
MUARA TEWEH — Ratusan tenaga honorer dari berbagai instansi di Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah, mendatangi gedung DPRD setempat pada Senin (10/2/2025), menuntut kejelasan status kepegawaian mereka.
Kedatangan mereka dipimpin Ketua Forum Komunikasi Honorer R3, Mohammad Anam. Para peserta aksi menyuarakan harapan agar diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) penuh waktu, bukan paruh waktu sebagaimana wacana yang berkembang.
Dalam aksi itu, para honorer membentangkan berbagai poster yang menggambarkan keresahan mereka, seperti “PPPK penuh waktu harga mati le” dan “Anak kami makan apa kalau tidak diangkat?” Banyak di antara mereka telah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
“Permintaan kami hanya satu, yakni diangkat sebagai PPPK penuh waktu. Kami sudah terlalu lama menunggu dan mengabdi,” kata Anam dalam orasinya di halaman gedung DPRD.
Anam juga menyoroti bahwa banyak dari mereka yang masa kerjanya di bawah dua tahun terancam diberhentikan akibat regulasi pusat. Padahal, menurutnya, dedikasi mereka tidak kalah dibandingkan yang telah mengabdi lebih lama.
Menyikapi hal ini, DPRD Barito Utara menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Wakil Ketua II DPRD, Hj Henny Rosgiaty Rusli, dan dihadiri oleh Pj Sekda Jufriansyah, sejumlah kepala dinas, dan perwakilan tenaga honorer.
Dalam forum itu, Henny menegaskan komitmen lembaganya untuk memperjuangkan nasib tenaga honorer. Ia menyatakan bahwa DPRD telah beberapa kali melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat, namun belum mendapatkan hasil memuaskan.
“Kita sudah berkali-kali ke BKN, tetapi hasilnya sama. Karena itu, kita harus duduk bersama mencari solusi konkret. Aspirasi ini akan kami kawal sampai pusat,” ujar Henny.
Ia juga meminta kepada Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) untuk menyampaikan data valid mengenai seluruh tenaga honorer di Barito Utara, baik yang masa kerjanya di atas dua tahun maupun di bawahnya.
“Ini menyangkut nasib banyak orang, jadi tidak boleh pakai data kira-kira. Saya minta hari ini BKPSDM hadirkan data yang faktual,” tegasnya di hadapan jajaran eksekutif.
Menurut Henny, permasalahan honorer bukan sekadar soal administratif, melainkan juga menyangkut aspek kemanusiaan dan keberlanjutan pembangunan daerah. “Banyak dari mereka yang bekerja penuh, seperti ASN, tapi haknya jauh dari layak,” katanya.
Ia juga menilai anggaran bukan menjadi alasan untuk tidak memperjuangkan nasib para honorer. “Kalau soal anggaran, saya yakin daerah ini mampu. Tinggal kemauan politik dan kebijakan yang berpihak,” ujarnya.
DPRD, lanjut Henny, akan membentuk tim kecil bersama Pemkab untuk menyusun langkah-langkah strategis agar persoalan ini bisa disampaikan dengan lebih kuat ke kementerian terkait.
“Kita tidak boleh menyerah. Kita harus satu suara untuk memperjuangkan keadilan. Ini bukan soal politik, ini soal pengabdian dan kemanusiaan,” ucapnya.
Sementara itu, para honorer yang mengikuti RDP berharap pemerintah daerah benar-benar serius memperjuangkan nasib mereka. Banyak di antara mereka mengaku sudah tidak muda lagi dan tak mungkin bersaing dalam sistem rekrutmen terbuka.
Dengan wajah penuh harap, mereka keluar dari ruang rapat sembari menggenggam janji para wakil rakyat. “Kami hanya ingin kejelasan. Kami ingin tenang menjalani hidup,” ujar salah satu peserta aksi.
Penulis : Saleh
Editor : Maulana Kawit