INTIMNEWS.COM, MUARA TEWEH – Anggota DPRD Barito Utara Nuriyanto SE menyampaikan dukungan dan apresiasinya atas inisiatif Dinas Pendidikan Barito Utara yang memasukkan empat bahasa daerah ke dalam kurikulum sekolah.
“Saya mendukung penuh dan bertepuk tangan atas keputusan memasukkan empat bahasa daerah kita ke dalam kurikulum pendidikan di Barito Utara,” kata politikus Partai PPP. Selasa, 13 Agustus 2024.
Lebih lanjut ia mengatakan, keempat bahasa daerah tersebut telah mendapat pengakuan resmi melalui surat keputusan yang dikeluarkan oleh Pj Bupati. Bahasa-bahasa tersebut akan dipertimbangkan untuk dimasukkan sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah-sekolah di Barito Utara.
Empat bahasa daerah Dayak yang diusulkan untuk dimasukkan dalam kurikulum di Barito Utara adalah Dayak Bakumpai, Dayak Manyan, Dayak Taboyan atau Tawoyan, dan Dusun Malang.
Oleh karena itu, ia berharap pemilihan bahasa daerah yang akan diterapkan diserahkan kepada kebijaksanaan masing-masing sekolah, sehingga dapat memilih antara Dayak Bakumpai, Dayak Manyan, Dayak Taboyan atau Tawoyan, dan Dusun Malang.
Nuriyanto SE juga menyebutkan bahwa di sepanjang DAS Barito, Suku Dayak Bakumpai didominasi oleh penutur bahasa; Namun sekolah di daerah yang masih menggunakan bahasa lain seperti Maya, Taboyan dan Dusun Malang harus mempunyai pilihan untuk memilih bahasa tersebut juga.
Saat ini, topik Muatan Lokal (Mulok) yang sebelumnya sempat dihilangkan dari kurikulum kini kembali diterapkan. Oleh karena itu, diharapkan bidang studi ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para tenaga pengajar. Ada usulan agar penggunaan bahasa daerah bisa menjadi wajib di sekolah pada hari-hari yang ditentukan.
“Inisiatif ini bertujuan tidak hanya untuk mempromosikan bahasa asing seperti bahasa Inggris, tetapi juga untuk mendorong penggunaan bahasa Dayak Ngaju sebagai sarana pelestarian budaya dan kearifan lokal masyarakat kita,” jelasnya.
Tantangan lain yang turut menyebabkan berkurangnya penggunaan bahasa daerah di kalangan generasi muda adalah pengaruh lingkungan rumah.
Ia mencatat, anak-anak sering kali terbiasa berbicara bahasa Indonesia atau bahasa lain selain bahasa Dayak Ngaju dan dialek serupa. Dalam beberapa kasus, orang tua bahkan mengadopsi bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi utama mereka. Tren ini perlu diatasi, dan diperlukan perubahan dalam praktik komunikasi dengan anak.
Keadaan seperti ini patut dipandang sebagai tanda perlahan-lahan merosotnya budaya asli masyarakat daerah. Oleh karena itu, ia menganjurkan agar para orang tua berupaya secara sadar untuk berkomunikasi dengan anak-anaknya dalam bahasa asli daerah tersebut.
“Kebiasaan ini harus kita tanamkan, apalagi jika kedua orang tuanya adalah keturunan Dayak. Apalagi kita bisa melihat bahwa ibadah semakin banyak yang menggunakan berbagai bahasa daerah asli,” pungkasnya. (Slh)
Editor : Maulana Kawit