website murah
website murah
website murah
website murah
website murah

Ahli Hukum Nilai Kasus GOR Katingan Bersifat Administratif, Jaksa Tegaskan Unsur Pidana Tetap Kuat

Bangunan GOR Tahap IV di Kabupaten Katingan tampak terbengkalai dan belum rampung sepenuhnya, meski proyek ini telah menelan anggaran miliaran rupiah. Kasus dugaan korupsi dalam proyek ini kini bergulir di meja hijau. (Intimnews/Kawit)

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pembangunan Gedung Olahraga (GOR) Tahap IV di Kabupaten Katingan kembali digelar di Pengadilan Tipikor Palangka Raya pada Kamis (5/6/2025). Salah satu terdakwa dalam kasus ini adalah Ramang, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam proyek tersebut.

Dalam persidangan, tim kuasa hukum Ramang menghadirkan dua saksi ahli, yakni Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, Guru Besar Fakultas Hukum  dari Universitas Lambung Mangkurat, dan Dr. Rudy Indrawan, ahli hukum pidana dari universitas yang sama. Keduanya berpendapat bahwa persoalan dalam proyek GOR tersebut lebih tepat diselesaikan melalui jalur administratif, bukan pidana.

Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menegaskan bahwa unsur tindak pidana korupsi dalam perkara ini tetap terpenuhi dan proses hukum harus dilanjutkan.

Temuan Inspektorat dan Fakta Keterlambatan Proyek

Dalam sidang sebelumnya pada 23 April 2025, JPU Robi Kurnia Wijaya dan Vijai Antonius Sipakkar menghadirkan empat saksi dari Inspektorat Kabupaten Katingan: Hadian Sosilo, Lili M. Sholihudin, Purwo Aprianto, dan Mugeni.

Audit khusus terhadap proyek GOR dilakukan setelah adanya permintaan sanksi daftar hitam terhadap kontraktor, CV. Rungan Raya. Hasil audit tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Khusus (LHPK) Nomor 700/03/LHP-K/INSP/2024 tertanggal 29 Februari 2024. Proyek dinyatakan sebagai kontrak kritis karena keterlambatan signifikan.

PPK telah mengirimkan tiga surat teguran dan mengadakan tiga kali Show Cause Meeting (SCM). Namun, kontraktor gagal mencapai target progres fisik. Saat kontrak berakhir pada 30 Desember 2023, progres baru mencapai 84,48 persen, dan proyek diputus secara sepihak.

Pemeriksaan lapangan pada 24 Januari 2024 mencatat selisih progres fisik sebesar 8,94 persen atau setara Rp541.942.800. Inspektorat merekomendasikan dua hal: mencantumkan CV. Rungan Raya dalam daftar hitam, dan mengembalikan kelebihan pembayaran ke kas daerah.

Pembayaran Dilakukan oleh Pihak Lain

Hal yang menarik terungkap di persidangan: kelebihan pembayaran sebesar Rp541 juta dikembalikan ke kas daerah oleh Mantan Kepala Dinas Pemuda, Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Disporbudpar) Risnaduar pada 18 Maret 2024, bukan oleh kontraktor sebagaimana direkomendasikan Inspektorat. Meski demikian, Inspektorat mengonfirmasi bahwa pengembalian diterima secara resmi.

Kuasa hukum Ramang menilai fakta ini menunjukkan penyelesaian administratif yang mendahului proses penyidikan yang baru dimulai pada 15 Mei 2024. Namun, jaksa menilai bahwa proses penyelidikan telah dimulai sejak 24 Januari 2024, dan pengembalian dana tidak menggugurkan proses pidana.

Ramang: Dipaksa Jadi PPK, Sudah Dua Kali Mundur

Ramang menyampaikan bahwa ia sebenarnya dua kali mengajukan pengunduran diri sebelum proyek dimulai. Ia merasa tidak memiliki kompetensi memadai, namun tetap ditunjuk karena hanya ada dua pejabat bersertifikat PPK di dinasnya.

“Saya tidak pernah meminta jabatan ini. Saya malah mundur dua kali, tapi tetap ditunjuk kembali karena hanya dua orang yang memenuhi syarat,” ungkap Ramang di hadapan majelis hakim.

Ia juga menjelaskan bahwa pelaksanaan proyek dibantu oleh tim teknis, seperti PPTK dan konsultan perencanaan serta pengawasan. Persoalan muncul ketika Inspektorat dan konsultan pengawas mencatat progres yang berbeda: konsultan mencatat 84,48 persen (termasuk material on site), sedangkan Inspektorat mencatat 75,54 persen.

Ramang Akui Tekanan dalam Proses Pemeriksaan

Selain menjelaskan teknis proyek, Ramang juga menyinggung proses pemeriksaan yang dianggap tidak manusiawi. Ia mengaku tidak diberi kesempatan makan atau salat saat diperiksa di Lapas Palangka Raya pada Jumat, 24 Januari 2025. Bahkan, ia mengklaim bahwa isi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) telah diubah tanpa sepengetahuannya.

“Yang tertulis dalam BAP bukan sepenuhnya pernyataan saya,” tegas Ramang.

Ahli Hukum: Tidak Ada Kerugian Negara Jika Dana Sudah Dikembalikan

Saksi ahli Dr. Rudy Indrawan menegaskan bahwa jika kelebihan pembayaran telah dikembalikan sebelum proses hukum berjalan, maka tidak ada dasar untuk menetapkan adanya kerugian negara secara pidana.

“Kalau sudah dikembalikan sesuai rekomendasi audit internal, di mana letak kerugiannya?” ujar Rudy dalam persidangan.

Senada dengan itu, Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad menekankan bahwa audit yang dilakukan oleh Inspektorat atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) tidak dapat dijadikan dasar penetapan kerugian negara dalam konteks hukum pidana. Menurutnya, kerugian negara secara hukum hanya dapat ditetapkan melalui audit investigatif oleh lembaga resmi seperti BPK atau BPKP

“Kalau sudah dikembalikan sesuai hasil audit Inspektorat, maka tidak bisa disebut sebagai kerugian negara dalam konteks pidana,” tegas Hadin.

Ia juga menambahkan, satu-satunya pengecualian adalah jika terdapat audit investigatif baru yang secara sah menyatakan adanya kerugian negara. Tanpa itu, tidak ada dasar hukum yang kuat untuk membawa kasus ini ke ranah pidana. “Kecuali ada audit yang baru dan menyatakan secara sah bahwa terjadi kerugian negara, barulah bisa menjadi dasar hukum pidana,” pungkasnya.

PPK Tidak Berwenang Menentukan Pemenang Lelang, Fokus pada Pengendalian Kontrak

Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad menjelaskan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak memiliki kewenangan untuk menentukan pemenang lelang dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Hal ini sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang telah diubah dengan Perpres Nomor 12 Tahun 2021.

Menurut Hadin, tugas utama PPK adalah memastikan pengendalian dan pelaksanaan kontrak berjalan sesuai ketentuan yang berlaku. “Wewenang PPK adalah memastikan pengendalian kontrak berjalan dengan semestinya. Terkait penilaian teknis, PPK memang dapat menggunakan jasa konsultan pengawas, dan hal itu dibenarkan oleh aturan,” jelasnya.

Dalam konteks perkara GOR Katingan, laporan dari konsultan pengawas menunjukkan bahwa terdapat keterlambatan progres pekerjaan. Menindaklanjuti hal itu, PPK telah melaksanakan prosedur pengendalian kontrak dengan memberikan peringatan kepada penyedia jasa.

PPK juga telah menggelar dua kali Show Cause Meeting (SCM), namun penyedia tidak menunjukkan perbaikan progres dan tidak mengindahkan peringatan tersebut. Karena itu, PPK mengeluarkan surat rekomendasi pemutusan kontrak dan pengusulan daftar hitam (blacklist) terhadap penyedia.

“Tugas PPK adalah mengendalikan kontrak. Bila ditemukan pekerjaan tidak sesuai kontrak, maka diberikan peringatan. Jika tidak diindahkan, bisa dilakukan pemutusan kontrak. Artinya, PPK sudah menjalankan tugas dan kewenangannya sesuai aturan,” tegas Hadin.

Jaksa: Proses Sudah Sesuai, Unsur Pidana Tetap Kuat

Jaksa Vijai Antonius Sipakkar menegaskan bahwa pengembalian dana setelah proses penyelidikan dimulai tidak menghapus unsur pidana. Ia merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagai dasar hukum.

Menurut Vijai, proses penyelidikan kasus ini dimulai pada 24 Januari 2024. Selanjutnya, pada 14 Maret 2024, mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Risnaduar mengajukan pensiun dini. Pengembalian dana atas kelebihan pembayaran dilakukan oleh Risnaduar pada 18 Maret 2024.

Kemudian, Kejaksaan Negeri Katingan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan pada 15 Mei 2024. Berdasarkan rangkaian waktu tersebut, jaksa menyatakan bahwa pengembalian kerugian negara dilakukan setelah proses hukum berjalan, sehingga tidak menghapus pertanggungjawaban pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Tipikor.

“Pasal 4 UU Tipikor menyatakan dengan tegas bahwa pengembalian kerugian negara tidak menghapus pidana. Proses hukum tetap berjalan,” ujar Vijai.

Jaksa juga menekankan bahwa Ramang, meski tidak menentukan pemenang tender, tetap memiliki tanggung jawab dalam pengawasan teknis dan pencairan anggaran.

Dilain pihak Menurut kuasa hukum terdakwa, Wikarya F. Dirun peneratapn pasal 4 undang-undang tindak pidana Korupsi dalam perkara ini adalah keliru secara mendasar. Ia menegaskan bahwa pasal 4 UU Tipikor tidak menghapus pidana, melainkan hanya memberikan kemungkinan meringankan hukuman, dan itu pun jika pengembalian kerugian negara dilakukan setelah proses penyidikan dimulai.

“Dalam kasus ini, fakta hukumnya jelas. Kelebihan pembayaran yang dijadikan dasar perhitungan kerugian negara telah dikembalikan sebelum surat perintah penyidikan (Sprindik) diterbitkan. Artinya, ketika proses penyidikan dimulai, sudah tidak ada lagi kerugian negara yang dimaksud. Maka penerapan pasal 4 tidak relevan dan justru salah kaprah,” tegas Wikarya.

Ia juga menyoroti konstruksi dakwaan yang menurutnya tidak memiliki dasar hukum kuat. Semua tuduhan terhadap klienya hanya didasarkan pada satu orang saksi, yang secara hukum tidak memenuhi kualifikasi sebagai saksi yang sah, serta didukung dengan barang bakti yang tidak memiliki relevasi atau korelasi langsung dengan unsur perbuatan pidana yang didakwakan.

“Lagi pula konteks dengan dakwaan terhadap klien kami, jelas semuanya tidak berdasar, sebab semua perbuatan yang didakwakan hanya bertolak pada satu saksi yang dalam hukum satu saksi bukan saksi , serta didukung dengan barang bukti yang sama sekali tidak ada korelasinya,” tegasnya.

Kesaksian Risnaduar: Uang Rp300 Juta untuk Pejabat, Termasuk Mantan Bupati

Persidangan juga mengungkap fakta baru. Risnaduar mengaku menerima uang tunai Rp300 juta dari seseorang berinisial PU. Uang tersebut kemudian dibagi kepada beberapa pihak, termasuk mantan Bupati Katingan berinisial SA.

“Benar, saya serahkan uang itu ke SA,” ucap Risnaduar, memicu kejutan di ruang sidang.

Kuasa hukum Ramang meminta agar pernyataan ini ditindaklanjuti dan menjadi pintu masuk pengembangan kasus. Namun hingga kini, belum ada respons resmi dari pihak Kejaksaan.

Skema Pembagian Dana Dipertanyakan

Menurut Risnaduar, uang Rp300 juta dibagi sebagai berikut:

  • Rp125 juta untuk SA (mantan Bupati)
  • Rp25 juta untuk Ramang (PPK)
  • Rp10 juta untuk PPTK
  • Rp30 juta untuk bonus atlet Porprov
  • Rp20 juta untuk Hari Jadi Kabupaten
  • Sisanya disimpan sendiri

Namun, seluruh pembagian tersebut belum didukung bukti tertulis, dan Ramang secara tegas membantah menerima uang tersebut.

Publik Desak Transparansi dan Keadilan

Sidang akan kembali digelar pada 19 Juni 2025 dengan agenda pembacaan tuntutan dari jaksa. Masyarakat Katingan menaruh harapan besar agar proses hukum berjalan secara adil dan transparan, apalagi setelah munculnya nama-nama baru yang belum tersentuh hukum.

“Kami berharap tidak ada tebang pilih dan jangan ada tumbal. Kalau memang tidak bersalah, jangan dikorbankan. Kami ingin keadilan yang menyeluruh,” ujar seorang warga Katingan.

Penulis: Maulana Kawit
Catatan Redaksi:
Saksi ahli merupakan bagian dari strategi pembelaan terdakwa. Informasi ini disajikan sebagai bagian dari proses hukum yang tengah berlangsung. Penilaian akhir terhadap perkara sepenuhnya menjadi kewenangan majelis hakim berdasarkan seluruh alat bukti dan kesaksian yang ada.

 

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan