
INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Warga Desa Tumbang Sapiri, Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), terus memperjuangkan hak mereka atas 20 persen lahan dari areal perkebunan kelapa sawit yang dikelola PT Karya Makmur Abadi (KMA). Perusahaan dituding telah mengabaikan kewajiban tersebut.
Tiga kali upaya mediasi telah dilakukan, terakhir pada Kamis, 24 Juli 2025, di Kantor Dewan Adat Dayak (DAD) Kotim. Mediasi dipimpin oleh Ketua Harian DAD Kotim, Gahara, dan dihadiri oleh perwakilan perusahaan serta warga desa.
Dalam mediasi tersebut, pihak perusahaan membantah tudingan bahwa mereka telah melepas kawasan lahan melalui program Tanah Objek Reforma Agraria (TORA). Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang menyatakan bahwa PT KMA tidak melakukan pelepasan kawasan menggunakan program TORA.
Tokoh pemuda Desa Tumbang Sapiri, Juliansyah, menjelaskan bahwa pola kemitraan 20 persen yang diklaim sebagai pemenuhan kewajiban oleh PT KMA tidak tepat. Menurutnya, lahan yang digunakan dalam pola kemitraan tersebut merupakan milik masyarakat, bukan dari areal HGU (Hak Guna Usaha) perusahaan.
“Lahan kemitraan itu milik masyarakat yang bersedia melepas lahannya untuk dikelola dalam skema kemitraan. Ini berbeda dengan kewajiban plasma 20 persen yang seharusnya berasal dari lahan HGU PT KMA,” ujarnya.
Juliansyah menegaskan, plasma 20 persen harusnya menjadi tanggung jawab penuh perusahaan atas lahan yang mereka kelola, bukan bersumber dari lahan masyarakat. Ia juga menyoroti dugaan bahwa sejak tahun 2015, PT KMA telah melepas kawasan seluas 2.121,59 hektare untuk perkebunan sawit melalui program TORA tertanggal 28 April 2015.
Senada dengan itu, warga lainnya, Antony, menuding perusahaan menggiring opini publik seolah telah memenuhi kewajiban. “PT KMA hanya menyiasati sistem dan menggiring opini bahwa mereka sudah menjalankan kewajiban. Padahal kenyataannya tidak,” tegasnya.
Selama mediasi, kedua belah pihak saling menunjukkan data dan dokumen yang mereka anggap sah. Karena tidak ada titik temu, DAD Kotim memutuskan membentuk tim investigasi untuk memverifikasi dokumen dan mengecek langsung ke lapangan.
“Kami akan menyelidiki apakah benar perusahaan menggunakan program TORA untuk pelepasan lahan, dan apakah 20 persen hak masyarakat benar-benar telah diberikan,” ujar Gahara.
DAD Kotim juga berencana menyusun rekomendasi yang akan disampaikan kepada Bupati Kotim Halikinor—yang juga merupakan Ketua DAD Kotim—hingga ke tingkat Gubernur, bahkan nasional, jika terbukti ada hak masyarakat yang tidak direalisasikan.
Tim investigasi dijadwalkan mulai dibentuk pada Agustus 2025. Namun, hingga kini belum dipastikan siapa saja yang akan menjadi anggota, termasuk apakah pihak perusahaan dan perwakilan warga akan terlibat di dalamnya.
Sebelumnya, mediasi pertama gagal dilaksanakan karena ketidakhadiran pihak perusahaan. Dalam mediasi kedua, perdebatan dokumen kembali terjadi, tetapi belum juga mencapai titik terang. Karena itu, pada mediasi ketiga ini, kedua pihak sepakat membentuk tim investigasi serta memanggil Camat Mentaya Hulu dan BPN Kotim untuk meninjau data dan lokasi lahan.
Warga Desa Tumbang Sapiri berharap PT KMA benar-benar memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Mereka menegaskan akan terus memperjuangkan hak mereka, bahkan bila harus membawa persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi.
Penulis: Oktavianto
Editor: Andrian