INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menegaskan komitmennya mempercepat penyelesaian kewajiban perusahaan perkebunan terkait realisasi kebun plasma 20 persen dan penyaluran program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR). Desakan ini mencuat kuat dalam Rapat Sinkronisasi dan Evaluasi Data Plasma, CSR, penyerapan tenaga kerja lokal, serta penggunaan alat berat yang digelar di Aula Dinas Perkebunan Kalteng, Senin. (Senin, 10 November 2025)
Rapat tersebut dibuka Asisten Perekonomian dan Pembangunan Setda Kalteng, Herson B. Aden, yang menegaskan bahwa sektor perkebunan kelapa sawit merupakan tulang punggung ekonomi daerah, namun harus dibangun di atas prinsip keberlanjutan dan keadilan. Pemerintah menilai masih banyak perusahaan besar swasta (PBS) yang belum memenuhi kewajiban plasma sesuai amanat regulasi.
Dalam sambutannya, Herson menyampaikan bahwa peningkatan nilai ekonomi perkebunan harus diikuti dengan keberpihakan nyata kepada masyarakat sekitar kebun. Salah satunya melalui pemenuhan hak masyarakat atas kebun plasma sebagai bentuk distribusi manfaat ekonomi yang lebih merata. “Plasma bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi wujud kemitraan berkeadilan yang harus direalisasikan secara penuh dan transparan,” ujarnya.
Berdasarkan evaluasi data tahun 2021–2025, realisasi plasma di Kalimantan Tengah baru mencapai 52,66 persen dari target total 100 persen. Artinya, masih terdapat sekitar 47 persen yang belum terpenuhi, dan memerlukan percepatan serius dari perusahaan kelapa sawit. Kondisi ini dinilai mencerminkan lemahnya komitmen sebagian perusahaan dalam menjalankan kewajiban legal sekaligus moral kepada masyarakat.
“Capaian tertinggi berada di wilayah Timur dengan 76 persen, disusul wilayah Barat 61,03 persen, dan wilayah Tengah 45,95 persen. Perbedaan capaian ini dipengaruhi oleh luas wilayah, jumlah perusahaan, dan penyelesaian regulasi,” jelas Kepala Dinas Perkebunan Kalteng, Rizky R. Badjuri, yang turut memberikan pemaparan teknis.
Selain plasma, pemerintah juga menyoroti pelaksanaan program CSR perusahaan yang dinilai perlu lebih terarah dan berdampak konkret, khususnya peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Pemerintah menegaskan CSR tidak boleh hanya berbentuk kegiatan seremonial, foto dokumentasi, atau distribusi bantuan jangka pendek tanpa efek jangka panjang.
Penyerapan tenaga kerja lokal turut menjadi isu prioritas. Pemerintah menekankan agar perusahaan membuka ruang lebih luas bagi tenaga kerja lokal, termasuk pada posisi strategis dan manajerial. Herson menyebut bahwa perusahaan harus memprioritaskan potensi daerah, bukan hanya menjadi penonton di wilayah sendiri.
Selain itu, pemerintah mengevaluasi penggunaan alat berat dalam kegiatan perkebunan, yang mesti mengikuti ketentuan teknis dan lingkungan. Pengawasan di lapangan diperkuat untuk menekan potensi pelanggaran, terutama penggunaan alat berat di kawasan hutan tanpa izin yang memiliki konsekuensi hukum.
Forum rapat ini diharapkan menjadi ruang evaluasi kritis dan jujur untuk mengidentifikasi hambatan penyelesaian kewajiban plasma, termasuk percepatan verifikasi data, penyelesaian konflik lahan, dan penegasan komitmen perusahaan. Pemerintah mengingatkan perusahaan agar tidak memanfaatkan ruang regulasi untuk mengulur kewajiban.
“Tidak boleh ada lagi alasan administratif. Komitmen harus diwujudkan dalam tindakan nyata. Investasi perkebunan di Kalimantan Tengah harus membuktikan manfaatnya bagi rakyat, bukan sebaliknya,” tegas Herson menutup arahannya.
Kegiatan ditutup dengan foto bersama dan penyusunan rencana tindak lanjut antarinstansi, sebagai langkah percepatan realisasi plasma dan optimalisasi CSR untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat Kalimantan Tengah.
Penulis : Redha
Editor : Andrian