
INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Aliansi Petani Kelapa Sawit Kotawaringin Barat (Kobar), Kalimantan Tengah, (Kalteng), meminta Presiden Jokowi mencabut larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO).
Sebab menurut Aliansi Petani Kelapa Sawit di Kobar bahwa larangan tersebut dinilai menjadi penyebab anjloknya harga Tandan Buah Sawit (TBS) di tingkat petani saat ini.
Hal ini disampaikan perwakilan petani sawit, Sugeng Riyadi (52), saat melakukan audiensi dengan Bupati Kobar Nurhidayah di aula bupati setempat, pada, Selasa (17/5/2022).
Menurut Sugeng Riyadi, para petani sawit di Kobar yang tergabung di Aliansi Petani Sawit ini meminta pak presiden mencabut larangan ekspor CPO, karena dampaknya kami para petani kecil kesulitan menjual hasil panen kami.
Sugeng menjelaskan bahwa dampak dari kebijakan itu membuat harga TBS kini cenderung fluktuatif. Pihak perusahaan maupun peron membatasi pembelian buah sawit hasil panen petani
“Untuk harga sekitar 1.000 sampai 1.500 rupiah per kilogramnya. Isunya perusahaan tutup, peron gak mau nerima lagi, secara otomatis panen kami mau dibawa kemana lagi, kan sulit sekali jelas ini dilematis,” terang Sugeng.
Terdapat 5 tuntutan yang disampaikan kepada presiden yang diserahkan melalui Bupati Nurhidayah. Isi tuntutan petani sawit itu sebagai berikut:
1. Selamatkan kami petani sawit
•Menunggu secepatnya regulasi tata kelola sawit berkesinambungan yang pro petani.
•Penanganan harga pupuk non subsidi yang terjangkau.
•Bagi perusahaan wajib bermitra dengan petani dan menampung hasil panen dengan harga TBS standar pemerintah.
•Menyelesaikan permasalahan lahan.
Membantu pembukaan ahan dengan PLTB.
•Menunggu kompensasi dari pemerintah ke petani sesuai regulasi dan ketentuan
pemerintah.
2. Meninjau ulang kebijakan larangan ekspor CPO dan produk minyak goreng serta bahan bakunya, karena dampaknya langsung ke harga TBS.
3. Menuntut kesetaraan harga jual TBS petani kelapa sawit, dikarenakan hampir 80% TBS dari wilayah Kotawaringin Barat di jual ke wilayah Kotawaringin Timur dan Seruyan dikarenakan harga di daerah tersebut lebih tinggi. Padahal masih 1 provinsi, serta mempertanyakan mengapa beberapa pabrik di wilayah Kotawaringin Timur dan Seruyan bisa berdiri walaupun tidak memiliki kebun.
4. Perusahaan Kelapa Sawit yang ada di Kotawaringin Barat wajib buka dan menerima hasil panen TBS petani.
5. Apabila tuntutan kami ini tidak di tindaklanjuti dan tidak ada progress positif, maka kami akan lanjutkan dengan aksi menyatakan pendapat di muka umum secara besar-besaran.
Menyikapi tuntutan ini Bupati Kobar Nurhidayah mengatakan akan menyampaikan tuntutan tersebut kepada pemerintah pusat. Ia berharap agar presiden dapat meninjau kembali kebijakan pelarangan ekspor CPO.
“Kami atas nama Pemkab Kobar dan Aliansi Petani Sawit Kobar memohon dengan sangat kepada Bapak Presiden RI untuk mempertimbangkan kebijakan agar lebih berpihak kepada petani. Harapan tidak lain supaya presiden mau mendengarkan aspirasi yang disampaikan petani sawit Kobar,” kata Nurhidayah.
Ditempat yang Sama Kapolres Kobar AKBP Bayu Wicaksono mengapresiasi
Aliansi Kelapa Sawit yang mana rencana aksi tadinya banyak orang ternyata bisa dipangkas jumlahnya hanya sekitar 15 orang saja.
Alhamdulillah pelaksanaannya pun berjalan sejuk dan komunikatif antara kita Kepolisian dan Pemerintah daerah menampung mereka menyampaikan aspirasi yang damai ini, kata AKBP Bayu Wicaksono.
Aspirasi yang sudah ditampung pemerintah daerah pun akan diteruskan ke provinsi, selanjutnya harapannya provinsi segera meneruskan ke pemerintah pusat.
Bayu Wicaksono meminta kepada semua lapisan masyarakat agar bisa ciptakan kondusifitas Kamtibmas di Kobar, tanpa adanya kerjasama tanpa adanya sinergi dari semua pihak tentunya kondusifitas itu sangat sulit.
Kita bisa bersinergi satu sama lain insyaallah semuanya bisa kondusif apapun yang menjadi masalah bisa kita selesaikan bersama-sama, pungkasnya.
Dalam audiensi ini juga hadir, Asisten 1 Setda Kobar Tengku Ali Syahbana, Sekretaris Dinas TPHP Kobar Muhammad Rubiansyah dan SOPD terkait.
Penulis: Yusro
Editor: Andrian