website murah
website murah
website murah
website murah

Menag RI Nasaruddin Umar: Ekoteologi Sesuai dengan Kearifan Lokal Dayak

Menteri Agama RI, Nasaruddin Umar, dalam acara peresmian UIN Palangka Raya. Dalam sambutannya, ia menekankan bahwa konsep ekoteologi (harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan) sangat selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal budaya Dayak di Kalimantan Tengah, dan meminta UIN Palangka Raya untuk mengajarkan konsep tersebut kepada mahasiswa. ist

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Menteri Agama Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, menilai bahwa konsep ekoteologi sangat sejalan dengan nilai-nilai budaya Dayak di Kalimantan Tengah (Kalteng). Menurutnya, kearifan lokal masyarakat Dayak yang mengedepankan hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Tuhan, mencerminkan prinsip dasar dari ekoteologi.

Hal ini disampaikan Nasaruddin dalam sambutannya pada peresmian Universitas Islam Negeri (UIN) Palangka Raya, Jumat, 7 November 2025. Ia berharap agar UIN Palangka Raya dapat mengajarkan dan memperkenalkan konsep ekoteologi kepada para mahasiswa sebagai bagian dari upaya memperkaya pemahaman mereka tentang hubungan yang seimbang antara lingkungan dan spiritualitas.

“Saya mohon betul, ekoteologi ini difahamkan kepada mahasiswa dan kepada masyarakat kita,” ujar Nasaruddin, menegaskan pentingnya penyebaran wawasan tentang ekoteologi sebagai bagian dari pendidikan tinggi di Kalteng.

Sehari sebelumnya, dalam acara silaturahmi dan pembinaan kepada aparatur sipil negara Kementerian Agama Kalteng di Aula Jayang Tingang, Nasaruddin juga mengungkapkan hal yang serupa, menyebutkan bahwa nilai-nilai ekoteologi sangat paralel dengan budaya Dayak. Bahkan, ia menyatakan bahwa konsep tersebut sangat “Dayak banget”, mengingat kuatnya nilai-nilai harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan dalam budaya Dayak.

“Saya juga tadi malam menyampaikan bahwa konsep ekoteologi itu sangat paralel dengan budaya Dayak. Bahkan saya katakan tadi malam, ekoteologi itu Dayak banget,” tutur Nasaruddin dengan penuh apresiasi terhadap kekayaan budaya lokal yang ada di Kalteng.

Nasaruddin juga mengingatkan pentingnya menjaga harmoni antara adat dan agama, yang menurutnya tidak seharusnya dipertentangkan. Justru, ia menilai keduanya saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain. Ia mengimbau agar masyarakat tidak melihat adat dan agama sebagai dua hal yang bertentangan, melainkan sebagai dua kekuatan yang dapat berjalan bersama untuk memperkaya kehidupan spiritual dan sosial.

“Saya ingin menyatakan di sini bahwa kita jangan pernah mempertentangkan adat dan agama. Agama tanpa adat itu tidak indah,” ucap Nasaruddin.

Sebagai contoh, Nasaruddin mengangkat tradisi perkawinan dalam masyarakat Indonesia yang mengandung unsur adat sebagai perekat nilai sosial dan spiritual. Ia menjelaskan bahwa unsur-unsur seperti wali, saksi, mahar, serta prosesi adat lainnya memiliki kekuatan untuk memperkokoh ikatan antara dua individu dalam sebuah pernikahan, serta menjadi simbol keberlangsungan hubungan tersebut.

“Coba lihat perkawinan, rukun perkawinan itu ada calon pengantin laki-laki, ada calon pengantin perempuan, ada wali, ada saksi, dan ada mahar, sudah selesai. Segala sesuatu yang mudah akan cepat longgar dan terbuka, bubar. Tapi segala sesuatu yang kuat, maka itu akan permanen,” katanya.

Menurut Nasaruddin, masyarakat Dayak, dengan adat istiadat yang kokoh, menunjukkan bagaimana kekuatan tradisi tersebut mampu memberikan stabilitas, tidak hanya dalam pernikahan tetapi dalam seluruh aspek kehidupan. Hal ini, menurutnya, juga berlaku pada masyarakat lainnya, seperti masyarakat Batak dan Bugis, yang juga memiliki prosesi adat yang panjang dan mendalam.

“Makin kuat adat yang menyertai perkawinan itu, makin langgeng perkawinan itu,” jelas Nasaruddin, menekankan bahwa adat bukan hanya aspek budaya, tetapi juga memiliki peran besar dalam memperkuat hubungan antar individu dan komunitas.

Dengan adanya UIN Palangka Raya, Nasaruddin berharap agar konsep ekoteologi bisa lebih diperkenalkan dan dipelajari oleh generasi muda di Kalteng, sehingga mereka dapat lebih menghargai kearifan lokal yang telah ada dan mengintegrasikannya dengan pemahaman agama yang lebih holistik. Menurutnya, pendidikan yang menggabungkan antara ilmu pengetahuan, agama, dan kearifan lokal akan menghasilkan generasi yang lebih bijaksana dalam menyikapi tantangan kehidupan modern.

“Pendidikan di UIN Palangka Raya harus bisa mengajarkan bahwa agama dan adat harus berjalan beriringan, menjaga harmoni dengan alam, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya keberlanjutan lingkungan hidup,” pungkas Nasaruddin.

Penulis: Redha
Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan