INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan kekhawatirannya terhadap tingginya angka perceraian di Indonesia, yang menurutnya sudah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Meskipun setiap tahun jutaan pasangan menikah, angka perceraian juga meningkat signifikan, dengan dampak yang sangat besar pada kehidupan sosial masyarakat.
“Perceraian di Indonesia lampu kuning. Dua juta dua ratus ribu orang kawin setiap tahun, tapi 35 persen orang cerai setiap tahun. Perceraian itu mengerikan,” ujar Nasaruddin Umar saat membuka acara peresmian Universitas Islam Negeri (UIN) Palangka Raya, Jumat, 7 November 2025.
Menurut Menag Nasaruddin, mayoritas perceraian terjadi pada pasangan muda yang baru membangun rumah tangga, dengan durasi pernikahan lima tahun ke bawah. “Delapan puluh persen perceraian terjadi pada pasangan muda,” katanya, menggarisbawahi tingginya angka perceraian di kalangan pasangan usia muda.
Lebih lanjut, Nasaruddin mengungkapkan bahwa setelah bercerai, tak sedikit janda muda yang kemudian menjalani pernikahan bawah tangan, yaitu pernikahan yang tidak tercatat secara resmi di lembaga negara seperti Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil. Meskipun sah menurut hukum agama, pernikahan bawah tangan tidak memiliki kekuatan hukum di mata negara dan dapat menimbulkan berbagai masalah sosial dan hukum, terutama terkait hak anak dan istri.
“Jandanya masih muda, anaknya masih kecil-kecil, berpotensi untuk macam-macam. Bahkan untuk perkawinan bawah tangan, didominasi oleh janda-janda muda tadi,” jelas Nasaruddin, menyoroti potensi masalah yang timbul dari pernikahan yang tidak tercatat secara resmi.
Menag Nasaruddin menekankan bahwa perceraian dapat menciptakan kemiskinan baru dalam masyarakat. Ketika suami meninggalkan istri dan anak tanpa nafkah, maka perempuan dan anaklah yang paling terdampak. Dalam banyak kasus, perempuan yang menjadi korban, sementara laki-laki tidak selalu merasakan dampak yang sama.
“Kalau ada perceraian terjadi, maka pasti muncul orang miskin baru. Siapa orang miskin baru itu? Anak-anak dan yang kedua adalah perempuan. Laki-laki enggak ada bekasnya. Susah menjadi janda di Indonesia, budaya tidak mendukung itu. Pasti perempuan yang salah, padahal belum tentu,” ujarnya, menunjukkan bagaimana ketidakadilan sosial seringkali berpihak pada perempuan dalam kasus perceraian.
Menurut Nasaruddin, memperpanjang usia pernikahan di Indonesia menjadi pekerjaan rumah besar bagi Kementerian Agama dan seluruh lembaga pendidikan keagamaan. Ia mengajak seluruh universitas berbasis agama untuk turut berperan dalam menjaga keutuhan rumah tangga masyarakat Indonesia.
“Maka dari itu, PR Kementerian Agama beserta universitas Islam di Indonesia adalah bagaimana agar melanggengkan pernikahan itu. Tantangan kami ke depan, bagaimana mengutuhkan rumah tangga-rumah tangga ke depan,” kata Nasaruddin, menyerukan peran serta lembaga pendidikan dalam memperkuat fondasi rumah tangga yang sehat dan harmonis.
Menag Nasaruddin juga menambahkan bahwa kekokohan rumah tangga merupakan fondasi utama bagi terbentuknya masyarakat dan negara yang ideal. Ia menekankan bahwa negara yang ideal tidak dapat tercipta tanpa masyarakat yang juga ideal, dan masyarakat yang ideal tidak dapat dibentuk tanpa keluarga yang utuh dan kuat.
“Tidak mungkin ada negara ideal tanpa masyarakat yang ideal. Dan tidak mungkin ada rumah tangga yang utuh tanpa didukung oleh orang-orang beriman. Maka dari itu, di situlah fungsi kampus keagamaan, untuk mencetak individu-individu yang beriman baik,” ujar Nasaruddin, mengajak seluruh lembaga pendidikan untuk mengambil peran dalam mencetak generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga beriman dan berakhlak mulia.
Penulis: Redha
Editor: Andrian