INTIMENWS.COM, SAMPIT – Kekecewaan terhadap lambannya pembangunan jaringan listrik kembali mencuat di DPRD Kotawaringin Timur. Wakil Ketua Komisi I, Eddy Mashami, menyayangkan bahwa hingga 2025 Kecamatan Pulau Hanaut belum juga masuk daftar penanganan PLN, meski proses perencanaan sudah berjalan sejak 2018.
“PLN ini sudah terlalu banyak janji. Dari 2018 mereka sudah bicara perencanaan. Perencanaan yang macam apa sampai 2025 belum juga terealisasi?” kata Eddy, Selasa, 25 November 2025.
Pulau Hanaut, salah satu wilayah kepulauan yang kerap luput dari pembangunan infrastruktur dasar, kembali mengalami padam listrik pada malam sebelum rapat digelar. Eddy menyebut kondisi itu sebagai gambaran betapa warga sudah terlalu lama hidup dalam ketidakpastian layanan energi.
Ia mempertanyakan alasan PLN mampu memasukkan 12 desa dalam program 2025, sementara Pulau Hanaut—yang mengajukan usulan lebih awal—justru belum tersentuh. “Kami di Pulau Hanaut sampai tadi malam pun masih kesusahan listrik,” ujarnya.
Menurut Eddy, ada ketimpangan perlakuan dalam program elektrifikasi. Padahal, Pulau Hanaut dihuni ribuan warga yang bergantung pada penerangan seadanya, mulai dari genset kecil hingga sambungan darurat.
Sebagai wakil rakyat, Eddy menilai dirinya perlu mendapatkan penjelasan teknis yang jelas dari PLN. Tanpa itu, ia mengaku sulit menjawab pertanyaan masyarakat yang terus menagih kepastian.
Ia juga menilai perencanaan panjang tanpa realisasi hanya mengikis kepercayaan publik. “Kalau kami di eksekutif, perencanaan tahun ini harus dibuktikan realisasi tahun depan, kecuali ada hambatan besar. Tapi ini dari 2018 tidak ada jawaban jelas,” ujarnya.
Eddy meminta PLN menyampaikan target waktu yang realistis. Bila pembangunan jaringan ke wilayah kepulauan seperti Pulau Hanaut baru bisa diselesaikan 2026 atau 2027, ia menilai informasi itu harus disampaikan secara terbuka.
Ia juga mengingatkan PLN terkait program nasional Indonesia Terang serta visi-misi bupati yang menargetkan seluruh desa di Kotim segera terang. Di Pulau Hanaut sendiri, sejumlah titik seperti Handil London, Babaung Darat, hingga Gerombol belum pernah merasakan jaringan listrik.
Meski ada 25 desa yang belum menikmati listrik, sebagian hanya mendapat solusi sementara dengan menyambung aliran dari perusahaan besar di sekitar desa. Namun bagi desa-desa di Pulau Hanaut, opsi itu praktis tidak memungkinkan.
Karena itu, Komisi I DPRD Kotim menegaskan akan terus menekan PLN agar mempercepat pembangunan. “Kami akan kawal terus. Kebutuhan listrik di Pulau Hanaut sudah sangat mendesak,” kata Eddy.
Ketua Komisi I DPRD Kotim, Angga Aditya Nugraha, mengungkapkan hasil rapat memperlihatkan bahwa persoalan utama bukan terletak pada anggaran, melainkan pada perizinan dan kesiapan infrastruktur penunjang di lapangan.
Menurut Angga, opsi memanfaatkan listrik perusahaan lebih memungkinkan diterapkan di Mentaya Hulu, mengingat infrastruktur jaringan PLN di wilayah itu masih minim. “Daya listrik perusahaan bisa ditambah dan disalurkan ke desa yang belum terjangkau,” ujarnya.
Sementara itu, untuk Pulau Hanaut, skema tetap mengandalkan pembangunan jaringan PLN. Anggaran sudah tersedia dan masuk program resmi.
Manager PLN UP2K Kalteng, Sugianto, menjelaskan bahwa pembangunan 12 desa di Kotim merupakan bagian dari roadmap listrik desa 2025 menggunakan anggaran tambahan dari Ditjen Ketenagalistrikan. Target elektrifikasi menyeluruh sendiri ditetapkan bertahap hingga 2029.
Untuk memulai pembangunan jaringan, kata dia, PLN harus memastikan tiga hal: kesiapan infrastruktur, kelengkapan perizinan, dan pembebasan tanam tumbuh. “Semua itu harus dikolaborasikan agar pembangunan bisa berjalan lancar,” ujarnya. (JMY)