website murah
website murah
website murah
website murah

Kinerja Kepala Desa Hantipan Dipertanyakan, BPD Dinilai Pasif

Kantor Desa Hantipan. (Ist)

INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Kinerja Kepala Desa Hantipan beserta jajarannya mendapat sorotan tajam dari masyarakat. Sejumlah keluhan yang merangkum berbagai persoalan, mulai dari penanganan proyek yang dianggap menyimpang, hingga potensi konflik kepentingan, mencuat ke permukaan.

Keluhan utama masyarakat berpusat pada pelaksanaan proyek-proyek pembangunan yang didanai APBDes. Menurut laporan, hampir semua proyek, seperti pembangunan jembatan, perbaikan jalan, gedung RO, Pukesdes, PAUD, hingga gardu poskamling, dilaksanakan sendiri oleh Kepala Desa tanpa melibatkan Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) secara nyata.

“TPK selama ini hanya dijadikan kedok. Negosiasi harga dan pembelian material bangunan sepenuhnya dilakukan oleh Kepala Desa. Kami bahkan tidak tahu siapa saja yang ditunjuk sebagai TPK karena tidak pernah ada salinan SK yang dibagikan,” kata tokoh masyarakat yang enggan menyebutkan namanya.

Proyek Pembangunan Gedung RO (Rumah Olah) atau sarana air bersih disebut sebagai contoh kegagalan yang mencolok. Proyek yang didanai besar-besaran itu diduga dilakukan tanpa kajian yang matang. Akibatnya, hingga saat ini konon sudah selesai dibangun sejak 2022 atau 2023 bangunan tersebut terbengkalai dan belum dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

Tidak hanya itu, kedisiplinan perangkat desa juga dipertanyakan. Dua orang perangkat desa disebutkan tidak berdomisili di Desa Hantipan; satu berada di Sampit dan satu lagi di Samuda. Mereka dikabarkan hanya datang ke desa paling banyak 2 sampai 3 kali dalam sebulan, dan Kepala Desa diduga membiarkan hal ini terjadi.

Keluhan lain terjadi pada pupuk urea bersubsidi yang didatangkan oleh Kepala Desa. Alih-alih didistribusikan kepada petani di Hantipan, pupuk tersebut justru dititipkan untuk dijual di desa tetangga, Kelampan Kecil. Masyarakat heran, bagaimana cara Kepala Desa mendapatkan pupuk bersubsidi yang seharusnya dialokasikan atas nama kelompok tani.

“Ini harusnya untuk masyarakat hantipan kenapa malah dijual di Desa Kelampan Kecil,” ungkapnya penuh tanya.

Selanjutnya, sektor layanan kesehatan, masyarakat mengeluhkan biaya persalinan yang sangat mahal di desa, yaitu dipatok minimal Rp1 juta untuk satu kali persalinan. Keluhan ini semakin sensitif karena bidan desa yang dimaksud adalah istri dari Kepala Desa Hantipan sendiri, menimbulkan kesan tarif yang tidak wajar.

Di tengah berbagai persoalan ini, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang seharusnya menjadi penyalur aspirasi dan pengawas kinerja pemerintahan desa, dinilai bersikap pasif. BPD dianggap tidak memiliki gagasan, kurang menyerap aspirasi warga, dan tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik. Bahkan, disebutkan ada anggota BPD yang juga tidak berdomisili di desa.

“Harusnya BPD aktif mengawasi kinerja pemerintah desa ini malah pasif,” tambahnya.

Rangkaian keluhan ini menggambarkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap tata kelola pemerintahan Desa Hantipan. Masyarakat berharap adanya investigasi dan pembenahan dari pihak berwenang di tingkat kecamatan maupun kabupaten untuk mengurai benang kusut ini, memulihkan akuntabilitas, dan mengembalikan tujuan pembangunan desa untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hingga berita ini diturunkan, upaya untuk mendapatkan konfirmasi resmi dari Kepala Desa Hantipan dan pihak BPD belum membuahkan hasil.

Penulis: Okta
Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan