website murah
website murah
website murah
website murah

Ketika Sungai Arut Tak Lagi Bening: Ancaman Senyap untuk Petani Ikan

Sungai Arut, Kotawaringin Barat. (Yus)

INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Sungai Arut, yang selama ini menjadi denyut nadi kehidupan masyarakat Kotawaringin Barat, kini tampak kehilangan pesonanya. Air yang dulunya jernih memantulkan kilau matahari, kini berubah keruh kecokelatan. Perubahan ini bukan hanya merusak panorama alam, tetapi juga menjadi isyarat menurunnya kualitas air yang kian terasa dari waktu ke waktu.

Bagi para pembudidaya ikan yang menggantungkan hidup pada keramba di tepian sungai, kondisi ini menjadi ancaman nyata. Ikan-ikan mulai menunjukkan tanda-tanda stres, nafsu makan berkurang, bahkan sebagian mati mendadak. Kekhawatiran pun melanda, karena jika keadaan berlanjut, kerugian ekonomi akan sulit dihindari. Bagi sebagian warga, hasil panen ikan bukan sekadar bisnis, tetapi penopang utama kebutuhan keluarga.

Sejumlah tokoh masyarakat menduga keruhnya air Sungai Arut dipicu oleh sedimentasi yang meningkat, limbah rumah tangga, serta aktivitas manusia di hulu sungai yang kurang terkendali. Saat musim hujan tiba, lumpur dan sampah terbawa arus deras, memperparah kekeruhan. Warga berharap adanya langkah tegas dan cepat dari pemerintah untuk mengendalikan pencemaran dan melakukan rehabilitasi sungai.

Berbagai upaya darurat pun ditempuh pembudidaya ikan, mulai dari menambah aerasi pada keramba, mengganti pakan, hingga memindahkan ikan ke lokasi yang lebih jernih. Namun, solusi ini sering kali bersifat sementara. Biaya operasional meningkat, sementara risiko gagal panen kian besar, membuat sebagian petani ikan berada di persimpangan sulit antara bertahan atau menyerah.

Menanggapi kondisi ini, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Kobar, Hermanto alias Ossa, menjelaskan bahwa sejauh ini belum ada laporan kematian ikan massal.

“Memang ada perubahan kuantitas air saat peralihan musim panas ke hujan yang memengaruhi kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS). Untuk kekeruhan, batas aman bagi perikanan adalah maksimal 50 NTU, namun kami belum melakukan pemeriksaan langsung. Secara manual bisa diukur menggunakan secchi disk atau dengan melihat telapak tangan yang dicelupkan ke sungai saat matahari terik,” jelasnya, Sabtu (9/8).

Meski belum ada tanda penurunan kualitas air yang kritis, para pembudidaya berharap langkah pencegahan segera dilakukan. Sungai Arut bukan sekadar aliran air—ia adalah sumber kehidupan, penopang ekonomi, dan warisan alam yang harus dijaga kejernihannya.

Penulis: Yusro
Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan