
Oleh: REDAKSI
Dalam sebuah jumpa pers yang digelar Kamis lalu, mantan Kadishub Kotim, Drs. Padlianor melalui LBH Pencinta Keadilan melakukan gugatan terhadapupaya jerat hukum atas tudingan kasus korupsi terhadap dirinya.
Kok bisa? Untuk apa? Bukankah dirinya sudah dinyatakan bebas dan tidak bersalah? Untuk apa memperpanjang hal yang sebenarnya sudah dianggap selesai? Bukankah sekarang ia sudah balik ke keluarganya dan menikmati kehidupan normal?
Mungkin itu pertanyaan yang muncul di benak sebagian kalangan. Apapun yang kita pikirkan, gugatan itu tetap jalan. Dan Padlianur kembali berkutat dalam manufer hukum yang kini atas kendali dirinya.
Kita pandang dari sisi lainnya saja. Apa yang dilakukan oleh Padliannur melalui LBH Insan Pencinta Keadilan menurut Ketua LBH tersebut, Muhammad Safrinur, lebih kepada sikap protes atas upaya kriminalisasi terhadap Padlianur. “Semua orang berhak menyatakan sikap protes jika mendapatkan tudingan dan ternyata tudingan itu tidak benar. Meskipun dalam prosesnya terbukti bahwa yang bersangkutan dinyatakan tidak bersalah, pihak korban sudah sewajarnya menuntut balik atas tuduhan itu, apalagi biarpun kasusnya selesai tetap saja berdampak terhadap kehidupan yang bersangkutan, ” katanya.
Vonis bebas, iya. Tapi Padlianur tetap tidak berlega hati. Apa yang terjadi selama proses hukum terhadap dirinya berjalan beberapa waktu lalu ia anggap menimbulkan kerugian kepada dirinya. Ia telah kehilangan banyak waktu, kehilangan kebebasan karena selama beberapa hari mendekam dalam kurungan, kehilangan waktu berkumpul keluarga, kehilangan waktu berkarya, belum lagi kerugian material.
Apa yang dilakukan oleh Padluanur adalah upaya untuk memerangi kriminalisasi terhadap dirinya, dan mungkin juga bisa menjadi contoh bagi insan pencinta keadilan lainnya, bahwa mestikah kita pasrah saat diri kita dizolimi secara hukum?
Repot? Iya! Praktisnya suatu masalah yang sudah dianggap selesai sebaiknya tak perlu diperpanjang. Namun “luka hati” yang timbul akibat “kecelakaan hukum” itu pastilah menuntut keadilan juga. Setidaknya luka yang sukar terobati adalah nama baik yang tercoreng.
Langkah hukum yang dilakukan oleh mantan Kadishub itu termasuk menggugat pihak Kejaksaan adalah reaksi luka hati, yang menuntut untuk diobati. Sebuah tamparan yang membekas tidak cukup diobati hanya dengan sekedar kata maaf.
Semoga keadilan hukum negeri ini semakin membaik, agar tidak ada lagi aksi kriminalisasi berdasarkan kepentingan politik maupun ekonomi.