INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Tengah (Kalteng) terus memperkuat strategi penanganan konflik sosial berbasis kearifan lokal. Langkah ini dilakukan dengan melibatkan organisasi masyarakat (ormas), tokoh adat, dan tokoh agama agar penyelesaian masalah lebih diterima masyarakat.
Wakil Gubernur (Wagub) Kalteng, Edy Pratowo mengatakan, pemerintah daerah tidak hanya mengandalkan pendekatan hukum formal, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai lokal dalam menjaga perdamaian. “Penanganan konflik di Kalteng harus mengedepankan kearifan lokal, melalui peran tokoh adat dan tokoh agama sebagai penengah,” ujarnya saat menghadiri Rakor Penanganan Konflik Sosial, Kamis, 30 Oktober 2025.
Menurut Edy, peran ormas adat, keagamaan, dan kepemudaan sangat penting dalam menjaga harmoni sosial. Melalui Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kalteng, pemerintah terus membina berbagai forum masyarakat agar mampu mendeteksi potensi konflik sejak dini.
“Forum seperti Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM), Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Forum Pembauran Kebangsaan (FPK), dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) menjadi garda terdepan dalam menjaga ketertiban dan kerukunan,” jelasnya.
Edy menambahkan, forum-forum ini rutin menggelar rapat koordinasi dan sosialisasi hingga ke tingkat kabupaten dan kota. Tujuannya agar komunikasi dengan masyarakat tetap terjaga dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang bisa memecah belah.
Selain forum resmi, Pemprov Kalteng juga memperkuat kemitraan dengan ormas adat dan keagamaan. Pemerintah memberikan dukungan melalui fasilitasi kelembagaan, pelatihan, dan pembinaan agar ormas dapat berperan sebagai agen perdamaian.
“Melalui kegiatan pembinaan, kami ingin ormas menjadi mitra aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang pentingnya toleransi, dialog, dan penyelesaian konflik secara damai,” tuturnya.
Ia juga mencontohkan efektivitas hukum adat dalam menyelesaikan konflik di masyarakat. Salah satunya melalui sidang adat yang digelar Dewan Adat Dayak Kotawaringin Timur pada tahun 2022 untuk menyelesaikan sengketa lahan sawit seluas 620 hektare.
“Penyelesaian melalui sidang adat terbukti mampu menurunkan ketegangan sosial karena masyarakat lebih menerima keputusan yang diambil berdasarkan nilai-nilai lokal,” kata Edy.
Menurutnya, pendekatan seperti itu harus terus diperkuat agar Kalteng menjadi daerah yang damai, rukun, dan berkeadilan. “Kearifan lokal adalah kekuatan besar dalam menjaga persatuan masyarakat Kalteng,” pungkasnya.
Editor: Andrian