
INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kotawaringin Timur (Kotim) menyoroti penerapan sistem biometrik BPJS Kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) dr Murjani Sampit yang menuai keluhan dari masyarakat. Pasalnya, proses validasi sidik jari dan pemindaian wajah bukannya mempercepat justru malah membuat antrian semakin panjang dan memperlambat pelayanan.
Menanggapi situasi tersebut, Ketua Komisi III DPRD Kotim, Dadang Siswanto meminta untuk dilakukan evaluasi total sistem tersebut. Ia menilai, kebijakan yang seharusnya mempermudah pelayanan malah menambah beban administratif bagi pasien.
“Harus di evaluasi total. Pelayanan kesehatan itu harus cepat, bukan bikin stres di depan loket. Kalau di hulunya saja sudah ribet, bagaimana masyarakat bisa dapat pelayanan yang layak,”kata Dadang, Kamis Oktober 2025.
Ia telah meminta pihak BPJS untuk segera mengevaluasi sistem biometrik secara menyeluruh, terutama di fasilitas kesehatan yang belum siap secara infrastruktur.
“Saya sudah minta klarifikasi ke pihak BPJS. Kalau sistem ini memang wajib, seharusnya perangkatnya disiapkan dulu. Jangan rakyat yang jadi korban kebijakan setengah matang,” ujarnya.
Menurut politisi PAN ini, data peserta BPJS sudah terintegrasi dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Artinya, validasi identitas sebenarnya bisa dilakukan tanpa pemindaian ulang.
“Sekarang data peserta sudah satu pintu dengan NIK. Jadi kalau masih disuruh scan wajah dan sidik jari lagi, apa gunanya integrasi nasional itu? Ini harus dikaji ulang,” tambahnya.
Dari hasil koordinasi dengan BPJS, diketahui sistem biometrik memang telah diterapkan secara nasional sejak 2023. Namun, RSUD dr Murjani baru menjalankannya tahun ini sehingga banyak pasien kaget dan merasa sistem baru ini membingungkan.
“BPJS bilang, ini bukan aturan baru. Tapi karena RSUD baru mulai, efeknya terasa mendadak. Akhirnya masyarakat yang menanggung dampaknya,” ungkapnya.
Meski sistem ini disebut bertujuan mencegah penyalahgunaan data pasien, Dadang menilai penerapan teknologi semacam itu tidak boleh mengorbankan kenyamanan publik.
“Tujuannya memang bagus, tapi pelaksanaannya harus manusiawi. Jangan sampai orang sakit dipersulit hanya karena mesin lambat atau alatnya kurang,” katanya.
BPJS berencana menambah empat unit alat verifikasi agar antrean bisa berkurang. Namun DPRD menegaskan, penambahan alat tidak cukup jika sistemnya tidak dibenahi.
“Teknologi harus mempermudah, bukan menyulitkan. Kalau niatnya pelayanan publik, maka orientasinya harus kecepatan dan kenyamanan pasien, bukan sekadar administrasi,” imbuhnya.
Ia meminta evaluasi total agar kejadian serupa tidak terulang. “Kami mendesak BPJS dan RSUD dr Murjani segera memperbaiki sistem. Jangan sampai masyarakat yang membutuhkan pertolongan malah terhambat di depan mesin,” tandasnya.
Penulis: Oktavianto
Editor: Andrian