INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Dorongan agar perusahaan segera membuka akses bagi proyek jaringan listrik desa di Kotawaringin Timur kembali menguat. Anggota Komisi I DPRD Kotim, Devi, menegaskan bahwa keterlambatan penerbitan izin perusahaan menjadi penghambat utama realisasi program elektrifikasi yang ditargetkan rampung pada 2025.
Devi menyampaikan hal itu pada Selasa, 25 November 2025, usai menerima laporan progres terbaru dari PT PLN UP2K Kalteng. Menurut dia, koordinasi berjalan, namun kecepatan birokrasi perusahaan belum sejalan dengan kebutuhan masyarakat.
Dua desa di Kecamatan Cempaga Hulu—Desa Tumbang Koling dan Desa Selucing—masuk dalam roadmap perluasan jaringan listrik PLN tahun 2025. Pemetaan jalur, perhitungan teknis, serta survei vendor telah dilakukan sejak pertengahan tahun.
Namun program ini terganjal persoalan klasik: izin tertulis melintas di kawasan perkebunan perusahaan. PLN membutuhkan dokumen ini untuk mengeksekusi pembebasan lahan, penebangan pohon sawit yang menghalangi jalur kabel, hingga menuntaskan audit risiko.
Di Desa Tumbang Koling, proses relatif lebih maju. PT Bumi Hutani Lestari (BHL) telah menerbitkan surat resmi yang menyatakan kesediaan membebaskan lahan dan tanaman produksi yang terdampak.
“Surat dari PT BHL sudah keluar. Anggaran PLN tersedia, vendor sudah survei, tinggal pemasangan pada 2025,” ujar Devi.
Ia menyebut Tumbang Koling sebagai contoh bahwa ketika perusahaan kooperatif, proyek negara dapat berjalan tanpa hambatan berarti. Hal ini juga mempercepat akses listrik bagi warga yang selama ini mengandalkan genset terbatas.
Sebaliknya, Desa Selucing masih tertahan pada satu titik: surat resmi dari PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA). Secara lisan, perusahaan telah menyatakan dukungan. Namun tanpa dokumen tertulis, tahapan teknis tidak bisa bergerak.
“Perusahaan sudah bilang siap bantu, tapi belum ada surat resmi. Padahal akan banyak pohon sawit yang ditebang sehingga harus ada persetujuan tertulis,” kata Devi.
Ia menyebut kelambatan penerbitan izin ini berpotensi menggeser jadwal pembangunan. PLN, menurutnya, tidak bisa mengeksekusi pekerjaan di kawasan privat tanpa legalitas yang jelas.
Devi mengingatkan bahwa penundaan program berdampak langsung terhadap masyarakat yang bertahun-tahun menunggu listrik masuk desa. Warga Selucing, misalnya, sudah beberapa kali menyampaikan aspirasi soal ketidakpastian layanan listrik.
Politisi PDIP itu berharap perusahaan dapat melihat elektrifikasi sebagai kepentingan umum, bukan sekadar urusan administratif. Ia juga menilai perusahaan perkebunan memiliki tanggung jawab sosial untuk mendukung pembangunan dasar.
“Listrik ini kebutuhan mendasar. Warga berharap program ini benar-benar terealisasi pada 2025. Jangan sampai hanya terkendala surat menyurat,” ujarnya.
Ia menambahkan, DPRD siap memfasilitasi pertemuan jika diperlukan. Namun yang paling dibutuhkan saat ini adalah tindakan cepat dari perusahaan untuk menerbitkan dokumen yang dipersyaratkan.
Devi juga meminta PLN tetap menjaga komunikasi intens dengan pihak perusahaan agar tidak terjadi miskomunikasi yang memperpanjang proses.
Menurut dia, semakin cepat izin keluar, semakin cepat pula pembangunan jaringan dapat dimulai dan warga dapat menikmati akses energi yang layak.
“Masyarakat hanya ingin kepastian. Perusahaan harus bisa memprioritaskan ini,” tegasnya. (JMY)