
INTIMNEWS.COM, PURUK CAHU – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Murung Raya bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Murung Raya menyatakan komitmen untuk mencari solusi terbaik terkait pemberhentian ratusan tenaga honorer atau pegawai kontrak yang masa kerjanya di bawah dua tahun.
Kesepakatan tersebut mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada Rabu (23/4) di ruang pleno DPRD Murung Raya. RDP ini dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Murung Raya Rumiadi, didampingi Wakil Ketua I Dina Maulidah, Wakil Ketua II Likon, serta dihadiri para anggota DPRD lainnya.
Dari pihak eksekutif, hadir Bupati Heriyus, Wakil Bupati Rahmanto Muhidin, Sekretaris Daerah Hermon, Kepala BKPSDM Patusiadi, dan sejumlah kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Forum ini menjadi ruang bersama untuk mendengarkan pandangan sekaligus merumuskan langkah nyata atas dampak kebijakan pusat.
Dalam sambutannya, Ketua DPRD Rumiadi menyampaikan rasa prihatin mendalam terhadap nasib para honorer yang dirumahkan. Ia menegaskan bahwa mereka adalah bagian dari tulang punggung pelayanan publik selama ini dan sangat berperan dalam mendukung kinerja pemerintah daerah.
Meski demikian, DPRD memahami bahwa keputusan Pemkab memberhentikan tenaga honorer tersebut merupakan langkah yang terpaksa diambil karena harus mengikuti aturan dari pemerintah pusat. DPRD menilai bahwa ada celah untuk memperjuangkan nasib para honorer dengan pendekatan argumentatif dan administratif ke kementerian terkait.
“DPRD berharap agar dalam waktu satu bulan setengah ke depan, sudah ada kepastian dari pemerintah pusat terkait status mereka. Jangan sampai pengabdian para tenaga honorer ini berakhir begitu saja tanpa solusi,” ujar Rumiadi.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Heriyus menyatakan bahwa pihaknya segera mengambil langkah konkret dengan mengirim surat resmi ke Kementerian PAN-RB melalui Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Murung Raya. Surat tersebut akan dikirim dalam waktu satu minggu sejak RDP digelar.
Heriyus menegaskan, pihaknya tidak tinggal diam dan akan memperjuangkan nasib 775 honorer yang telah dirumahkan. Meski secara aturan saat ini tenaga honorer di luar status ASN dan PPPK tidak lagi diakui, Pemkab akan berupaya menyampaikan kondisi khusus yang dihadapi Murung Raya sebagai daerah pemekaran yang masih kekurangan SDM.
“Tentunya keinginan untuk mengembalikan mereka harus disesuaikan dengan payung hukum yang berlaku. Tapi kami tetap berusaha, walaupun nantinya ada kemungkinan ditolak. Yang penting kita tidak tinggal diam,” tegas Heriyus.
Pemkab Murung Raya menyadari bahwa pemberlakuan Surat Edaran MenPAN-RB Tahun 2022, yang merujuk pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, telah menyulitkan banyak daerah, termasuk Murung Raya, dalam mengelola tenaga non-ASN. Aturan tersebut menegaskan bahwa hanya ASN dan PPPK yang diakui sebagai pegawai di instansi pemerintahan.
Namun, menurut Heriyus, daerah seperti Murung Raya yang berstatus pemekaran masih mengalami keterbatasan pegawai dan sangat bergantung pada tenaga honorer. Oleh karena itu, Pemkab berharap ada pengecualian kebijakan atau kebijakan transisi yang lebih adaptif terhadap kondisi daerah.
Wakil Bupati Rahmanto Muhidin juga menambahkan bahwa persoalan ini bukan hanya soal administratif, tetapi juga soal kemanusiaan dan keberlanjutan pelayanan publik. Dirinya berharap pusat bisa lebih fleksibel dalam menyikapi kondisi di daerah-daerah yang secara struktural belum siap dengan penghapusan honorer.
Hingga saat ini, Pemkab Murung Raya dan DPRD masih menunggu balasan dari pemerintah pusat. Namun, kedua lembaga tersebut sepakat untuk terus mengawal proses ini dan memastikan bahwa suara honorer yang dirumahkan tetap didengar dan diperjuangkan. (Jmy/And)