INTIMNEWS,COM, PALANGKA RAYA – Filosofi Huma Betang kembali digaungkan di panggung dunia. Dalam rangkaian International Day of the World’s Indigenous People bertajuk Pumpung Hai Borneo (The Great Borneo Assembly) 2025, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) bersama Dewan Adat Dayak (DAD) menegaskan bahwa nilai-nilai luhur masyarakat Dayak tidak hanya relevan di tanah Borneo, tetapi juga dapat menjadi inspirasi global.
Pertemuan yang berlangsung di Betang Hapakat Palangka Raya, Kamis 21 Agustus 2025 itu, dirancang bukan sekadar seremoni penyambutan, tetapi juga sebagai mimbar demokrasi untuk menyuarakan kepentingan masyarakat adat. Tari Dayak membuka acara, menghadirkan simbol kebersamaan sekaligus mengingatkan dunia pada filosofi hidup di bawah satu atap, meski berbeda latar belakang.
Ketua Harian DAD Kalteng, Andrie Elia Embang menegaskan bahwa Huma Betang adalah kearifan yang sarat makna universal.
“Filosofi Huma Betang yang menjunjung nilai kesetaraan, kebersamaan, dan saling menghormati merupakan nilai universal yang dapat ditawarkan kepada dunia untuk membangun perdamaian dan keadilan,” ucapnya.
Ia menambahkan, keberadaan Betang Hapakat sebagai lokasi forum internasional ini bukan kebetulan. Rumah adat itu merepresentasikan pandangan hidup masyarakat Dayak tentang kerukunan, solidaritas, dan musyawarah, yang dalam konteks global sejalan dengan nilai demokrasi dan keadilan sosial.
Pesan serupa juga disampaikan Plt. Sekretaris Daerah Kalteng Leonard S. Ampung, mewakili Gubernur Agustiar Sabran. Menurutnya, jauh sebelum istilah demokrasi dikenal luas, masyarakat Dayak sudah mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari melalui filosofi Huma Betang.
“Demokrasi sejati telah lama hidup dan berkembang dalam budaya Dayak. Musyawarah, toleransi, dan kebersamaan menjadi landasan utama dalam menjalani hidup bermasyarakat,” ujarnya.
Pemerintah Provinsi, lanjutnya, berkomitmen menjaga eksistensi masyarakat adat di tengah arus pembangunan. “Masa depan Kalimantan Tengah akan semakin kuat apabila ditopang oleh akar budaya yang kokoh dan semangat demokrasi yang sehat,” tegasnya.
Selain penyambutan peserta, forum ini menjadi ruang strategis untuk merumuskan rekomendasi terkait perlindungan hutan, pengakuan hak-hak adat, hingga peran masyarakat adat dalam pembangunan berkelanjutan.
Dengan filosofi Huma Betang sebagai landasan, Kalimantan Tengah ingin menunjukkan bahwa pembangunan modern bisa berjalan seiring dengan pelestarian budaya dan lingkungan.
Pumpung Hai Borneo 2025 turut dihadiri Wakil Gubernur Kalteng Edy Pratowo, Wakil Gubernur Kalbar Krisantus Kurniawan, jajaran FORKOPIMDA, tokoh adat, hingga tokoh masyarakat se-Kalimantan. Kehadiran mereka menandai kuatnya solidaritas lintas daerah untuk memperjuangkan suara masyarakat adat dalam lingkup nasional hingga internasional.
Editor: Andrian