INTIMNEWS.COM, SAMPIT – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Mentaya Hulu, Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), kembali marak setelah sempat surut pascarazia besar pada Juli 2025. Mesin dompeng kini terdengar di sepanjang aliran Sungai Desa Kawan Batu, menunjukkan efek jera dari operasi sebelumnya belum maksimal.
Sekretaris Komisi I DPRD Kotim, Muhammad Abadi, menekankan bahwa pemerintah harus hadir lebih dari sekadar menertibkan PETI. Menurutnya, penegakan hukum tanpa solusi bagi masyarakat justru menciptakan ketegangan sosial.
“Pemerintah harus hadir bagi masyarakat. Jangan hanya menertibkan lalu dibiarkan begitu saja. Mereka juga perlu makan, perlu pekerjaan,” tegas Abadi, Selasa 28 Oktober 2025.
Abadi menambahkan, meskipun aktivitas tambang ilegal perlu ditindak tegas, pemerintah juga harus membuka peluang bagi masyarakat agar bekerja secara legal. Ia menyoroti bahwa sulitnya mencari pekerjaan menjadi salah satu alasan warga kembali menambang emas secara ilegal.
“Ini sudah jadi pekerjaan turun-temurun. Kalau tidak ada alternatif, mereka akan kembali,” ujarnya.
Sebagai solusi, politikus PKB Dapil 5 ini mendorong pembentukan Pertambangan Rakyat yang legal dan berizin. Pemerintah, kata Abadi, bisa memfasilitasi masyarakat melalui dinas teknis yang lebih paham soal pemetaan lokasi dan prosedur perizinan.
“Kalau bisa, dibuatkan skema pertambangan rakyat. Supaya mereka tetap bisa bekerja tapi legal,” jelasnya.
Perubahan kewenangan pengurusan izin tambang dari kabupaten ke provinsi juga menjadi hambatan bagi masyarakat. Menurut Abadi, Pemkab Kotim harus tetap hadir memfasilitasi agar proses perizinan lebih mudah dan status tambang jelas. “Supaya status tambang mereka tidak lagi dianggap ilegal,” tutupnya.
Kepala Desa Kawan Batu, H. Sumardi, membenarkan peningkatan aktivitas tambang di wilayahnya. Ia menyebut jumlah mesin dan lokasi penambangan kini lebih banyak dibanding beberapa bulan lalu. “Masih, malah tambah banyak mesinnya,” kata Sumardi pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Warga setempat yang enggan disebut namanya menyatakan pascarazia, penambang kembali bekerja tanpa hambatan. “Habis razia kerja lagi, mana ada yang berani mengusik. Entah tutup mata atau tutup mulut,” ujarnya.
Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan lapangan dan rendahnya risiko bagi pelaku PETI. Menurut warga tersebut, lokasi tambang tersebar luas, dari Kampung Ngabe hingga Desa Kawan Batu, bahkan berbatasan langsung dengan kebun sawit perusahaan.
“Sepanjang jalur sungai dari Ngabe sampai Kawan Batu, di pinggir sawit perusahaan, banyak yang nambang,” jelasnya.
Sementara itu, Operasi PETI Telabang yang digelar pada Juli 2025 lalu berhasil mengamankan empat penambang beserta sejumlah barang bukti. Namun, efek jera dari operasi ini tampak minim. Aktivitas PETI kembali normal hanya beberapa bulan setelah penertiban, memperlihatkan kesenjangan antara penegakan hukum dan kebutuhan masyarakat.
Pengamat pertambangan lokal menilai, solusi jangka panjang harus melibatkan keseimbangan antara penertiban PETI dan penciptaan alternatif ekonomi legal bagi warga.
“Kalau tidak ada jalan legal untuk masyarakat, penertiban hanya bersifat sementara. Pemerintah harus memikirkan model pertambangan rakyat yang aman dan berkelanjutan,” katanya.
Editor : Andrian