INTIMNEWS.COM, SAMPIT- Kasus HIV di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) menjadi perhatian. Pasalnya sejak Januari hingga Juni 2025 tercatat sebanyak 50 kasus HIV (human immunodeficiency virus) yang ditemukan di wilayah Sampit, Kabupaten Kotim.
Sekretaris KPA Kotim, Asyikin Arpan menyebut, penyebab besar terjadinya penularan HIV dipicu oleh perilaku seks bebas dan juga hubungan seksual yang menyimpang. Rendahnya kesadaran melakukan untuk tes kesehatan serta kurangnya pemahaman masyarakat mengenai cara penularan HIV juga turut memperparah situasi tersebut.q
“Penularan masih didominasi oleh hubungan seksual tidak aman, terutama pada perilaku seks menyimpang. Karena itu, kami terus mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan melakukan tes kesehatan secara berkala,” ujar Asyikin, Senin 25 Agustus 2025.
Ia menerangkan, dari kasus HIV di wilayah ini ada indikasi penularan melalui seks sesama jenis yang masuk dalam kategori perilaku seks menyimpang. Namun hal itu masih dalam tahap pendalaman.
“Keberadaan lokalisasi menurutnya juga cukup berpengaruh terhadap penyebaran, sehingga pengawasan dan sosialisasi harus terus ditingkatkan,” tambahnya.
Menurutnya, mayoritas kasus terjadi pada rentang usia produktif, yakni 25–49 tahun dengan jumlah 31 kasus. Selain itu, terdapat 4 kasus pada usia 15–19 tahun, 6 kasus pada usia 20–24 tahun, dan 5 kasus di atas 50 tahun.
Asyikin menegaskan, hingga saat ini penderita tetap mendapat pendampingan. Mereka rutin diberikan obat antiretroviral (ARV) yang berfungsi mempertahankan daya tahan tubuh, meski tidak bisa menyembuhkan.
“ARV wajib diminum seumur hidup sesuai jadwal. Obat ini sangat penting untuk menambah imun dan menjaga kualitas hidup ODIV (Orang dengan Infeksi Virus). Setiap bulan, mereka dipantau oleh petugas penjangkau yang berkoordinasi dengan rumah sakit,” tegasnya.
Selain itu, upaya pencegahan dilakukan melalui sosialisasi, edukasi, serta penyediaan layanan konseling dan tes HIV di fasilitas kesehatan.
Menurutnya, langkah konkret KPA Kotim dengan melakukan sosialisasi, terutama kepada generasi muda melalui kegiatan Paskibraka, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), hingga edukasi bahaya narkoba.
“Anak-anak usia 15–24 tahun harus mengetahui tentang HIV/AIDS. Ini penting agar mereka bisa menghindari pemicu penularan sejak dini,” imbuhnya.
HIV masih menjadi masalah kesehatan serius karena jika tidak segera ditangani dapat berkembang menjadi AIDS. Dengan pengobatan yang tepat dan konsisten, penderita HIV tetap bisa hidup sehat dan produktif.
“Kami berharap peran aktif masyarakat sangat penting, terutama dalam mendukung gaya hidup sehat, setia pada pasangan, serta tidak ragu memeriksakan diri jika merasa berisiko,” tandasnya.
Penulis: Oktavianto
Editor: Andrian