
INTIMNEWS.COM, PANGKALAN BUN – Jalan alternatif di Tatas, Kelurahan Baru, Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat, mengalami kerusakan parah. Warga setempat, khususnya dari RT 26 dan RT 27 di wilayah Bungur dan Tatas, memutuskan untuk bertindak cepat dengan swadaya membangun box culvert.
Proyek ini adalah upaya warga untuk memperbaiki akses jalan yang sangat vital bagi masyarakat, terutama setelah pembangunan gorong-gorong yang dinilai tidak efektif oleh mereka.
Tokoh masyarakat sekaligus pengasuh Pondok Pesantren Entrepreneur Dar Al-Raudhah, KH. Habib Muhammad Sulaiman Nur Basyaiban, menyampaikan bahwa pembangunan ini murni inisiatif warga.
“Perhatian dari pemerintah dan pihak terkait sangat minim. Pengerjaan gorong-gorong ini pun dilakukan dengan setengah hati dan tidak benar. Sebagai warga RT 26 dan 27, kami akhirnya bergotong royong membangun jalan alternatif dengan sumber dana dan tenaga dari warga sendiri,” ujar Habib Muhammad, Sabtu (19/10).
Menurutnya, jalan tersebut merupakan akses utama penghubung bagi masyarakat sekitar, termasuk para santri dari pesantren yang ia asuh.
“Santri adalah aset bangsa, dan mereka, seperti warga lain, sangat membutuhkan akses jalan yang layak. Tidak ada perhatian serius dari pemerintah untuk membuat jalan alternatif ketika pembangunan gorong-gorong berlangsung,” tambahnya.
Ia juga menyoroti bahwa meski sempat ada bantuan dari PUPR, namun jumlahnya dianggap sangat kecil dan tidak cukup untuk menyelesaikan permasalahan.
“Pemerintah memang memberikan sedikit bantuan, tapi itu jauh dari cukup. Warga akhirnya harus membuat jembatan alternatif sendiri. Ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan hanya warga,” lanjut Habib Muhammad.
Warga menilai, selama proses pembangunan gorong-gorong, pihak terkait tidak memikirkan solusi jangka pendek bagi masyarakat. Jalan utama diputus begitu saja tanpa adanya jalur alternatif, sehingga warga kesulitan mengakses jalan tersebut.
“Sebelum jalan diputus, seharusnya sudah disiapkan jalan alternatif. Hal ini tidak dipikirkan sama sekali, dan akhirnya kami warga yang harus membuat jalan alternatif sendiri. Ini menjadi beban bagi masyarakat,” keluhnya.
Habib Muhammad berharap, ke depan pemerintah bisa lebih aktif dalam memperhatikan kebutuhan masyarakat, terutama terkait infrastruktur yang menjadi akses utama.
“Jalan ini prioritas, satu-satunya akses. Jika rusak, harus ada pembenahan. Pemerintah seharusnya bertanggung jawab atas semua ini. Kami ini hanya warga kecil, tapi kami juga berhak mendapatkan perhatian,” tegasnya.
Ia juga mengkritisi kinerja kontraktor yang mengerjakan proyek tersebut. Menurutnya, meski kontraktor mendapatkan keuntungan dari proyek ini, mereka tidak menunjukkan kepedulian terhadap kondisi warga sekitar.
“Mereka seharusnya bisa memberikan sedikit perhatian, mengurangi keuntungan mereka untuk membantu masyarakat. Namun, tidak ada satupun pihak pemborong yang terlibat dalam gotong royong ini. Semua murni usaha warga,” tambahnya.
Dari informasi yang didapat, proyek gorong-gorong tersebut memiliki anggaran sekitar Rp500 juta, namun warga merasa manfaat dari proyek tersebut sangat minim.
“Mereka yang mengerjakan pasti sudah menghitung untungnya. Kalau memang ada keuntungan, seharusnya ada sedikit yang bisa disisihkan untuk membantu warga. Ini menjadi tanggung jawab mereka juga,” pungkasnya.
Harapan warga Tatas kini tertuju pada pemerintah daerah agar lebih memperhatikan masalah infrastruktur yang langsung berdampak pada kehidupan sehari-hari. Dengan adanya gotong royong ini, mereka berharap jalan alternatif yang dibangun bisa digunakan dengan baik hingga ada solusi lebih permanen dari pemerintah.
Penulis : Yusro
Editor : Maulana Kawit