
INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Baru saja selesai memperingati hari Bhayangkara ke-79, kini terjadi lagi kasus yang tidak mengenakkan bagi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Seorang oknum anggota polisi diduga melakukan pemukulan terhadap seorang mahasiswa yang tengah melakukan aksi demonstrasi di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng), Rabu 2 Juli 2025.
Peristiwa itu terekam dalam sebuah video yang kini beredar luas di media sosial. Dalam rekaman tersebut tampak massa demonstrasi terlibat aksi saling dorong dengan aparat kepolisian yang berjaga di gerbang Kantor DPRD.
Di tengah kericuhan, terlihat seorang pemuda mengenakan kaos hitam dengan di bagian belakang bajunya bertuliskan “Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)” dipukul tepat di bagian wajah oleh seorang oknum polisi. Tindakan tersebut sontak mengundang teriakan dari yang merekam kejadian tersebut.
Salah satu peserta aksi, Sagif, mengungkapkan bahwa situasi saat itu memang memanas. Massa mencoba masuk ke dalam gedung DPRD lantaran tidak satu pun anggota dewan yang menemui mereka sejak awal aksi berlangsung.
“Kami ingin masuk karena sejak awal aksi tidak ada satu pun anggota dewan yang keluar menemui kami. Maka dari itu kami memutuskan untuk menyampaikan langsung tuntutan. Namun, kami justru dihalangi dan bahkan ada yang dipukul,” ujar Sagif di lokasi.
Aksi demonstdrasi ini bukan yang pertama dilakukan oleh kelompok mahasiswa tersebut. Sebelumnya, pada 25 Juni 2025, mereka juga menggelar aksi serupa dengan tuntutan yang sama. Namun karena belum ada respons memuaskan dari pihak DPRD, mereka kembali turun ke jalan.
Dalam demonstrasi kali ini, mahasiswa yang tergabung dari berbagai organisasi menyuarakan dua isu utama.
– Mendesak Presiden Prabowo Subianto mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Gag Nikel.
– Menuntut pelaksanaan reklamasi atas bekas tambang nikel di Papua Barat.
– Mendesak Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam program pusat karbon.
– Menuntut evaluasi dan audit berkala terhadap kebijakan pertambangan mineral dan batubara (minerba).
– Menuntut penghentian deforestasi serta pencabutan izin perusahaan yang merusak lingkungan dan merampas ruang hidup masyarakat adat.
Sagif menyesalkan tindakan represif aparat keamanan yang seharusnya bertindak profesional dalam mengawal jalannya aksi. Ia menekankan bahwa demonstrasi merupakan bentuk kebebasan berekspresi yang dilindungi oleh konstitusi.
“Kami tidak ingin kejadian ini berlalu tanpa kejelasan. Kepolisian harus bertanggung jawab dan menindak oknum yang terbukti melakukan kekerasan terhadap kader kami,” tegasnya.
Hingga berita ini ditulis, belum ada pernyataan resmi dari Kepolisian Daerah Kalimantan Tengah maupun dari pihak DPRD mengenai insiden tersebut.
Peristiwa ini kembali memicu perbincangan publik mengenai sikap profesional aparat dalam menangani aksi demonstrasi. Banyak pihak menilai bahwa pendekatan persuasif dan dialogis perlu lebih diutamakan guna menjaga stabilitas dan menjunjung tinggi hak-hak sipil dalam sistem demokrasi.
Editor: Andrian