INTIMNEWS, PALANGKA RAYA – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Palangka Raya, Paulus Alfons Yance Dhanartho, S.IP., M.I.D menyoroti Pemilihan Dekan (Pildek) Fisip UPR yang saat ini tengah berlangsung. Dia mempertanyakan keabsahan suara dari senat fakultas dan rektor.
“Bagaimana memastikan bahwa suara yang diberikan senat berdasarkan mandat dan aspirasi civitas akademika FISIP UPR? Komposisi senat ex-officio masih didominasi oleh ex-officio senat fakultas yang sudah dibubarkan rektor setelah upaya yang dilakukan Gerakan Dekonstruksi Fisip UPR,” ujarnya.
Dirinya mempertanyakan bagaimana memastikan suara senat berdasarkan mandat dan aspirasi civitas akademika Fisip UPR, bukan pada persekongkolan elit seperti yang terjadi pada proses sebelumnya.
“Komposisi senat fakultas memiliki tambahan dua suara dari profesor. Dua profesor ini salah satunya adalah mantan rektor yang pada masa jabatan sebagai rektor sebelumnya menerbitkan SK perpanjangan jabatan dekan Fisip tanpa batas waktu yang menjadi salah satu penyebab polemik pemilihan Dekan Fisip UPR,” imbuhnya.
Tantangannya kata dia, bagaimana ketika yang bersangkutan sekarang menjadi anggota senat fakultas, pilihan beliau (mantan Rektor) merupakan bagian dari solusi dari persoalan yang tengah dihadapi.
“Konkretnya, bagaimana beliau (mantan Rektor) memberikan suara berdasarkan aspirasi dan mandat dari gerakan pembaruan Fisip UPR dengan memberikan suara kepada calon yg didukung oleh gerakan pembaruan Fisip UPR. Bukan pada calon yang sejak proses awal dicalonkan oleh kelompok elit yang menyebabkan proses pemilihan dekan Fisip menjadi berlarut-larut,” jelasnya.
Kemudian kata dia yang menjadi persoalan berikutnya, Ketua senat sekarang sedang menghadapi kasus pidana yang sedang berproses di Polda Kalteng.
“Kasus pidana tersebut memiliki kaitan dengan rangkaian pildek yaitu pada tahap pemilihan anggota senat wakil jurusan. Beliau (Ketua Senat Fisip UPR saat ini) diduga melakukan intervensi pilihan terhadap calon senat fakultas utusan dosen dengan cara melawan hukum,” bebernya.
Dia kemudian mempertanyakan bagaimana memastikan pada proses berikutnya beliau (Ketua Senat Fisip UPR saat ini) tidak mengulang cara serupa.
“Secara etik, Rektor dapat mencabut hak suara yang bersangkutan sampai urusan pidananya diselesaikan. Paling penting dari semuanya memastikan senat memegang mandat dan aspirasi civitas akademika yang menginginkan perubahan,” tutupnya. (**)
Editor: Irga Fachreza