INTIMNEWS.COM, BANJARMASIN – Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto menegaskan adanya potensi maladministrasi dalam pemberian subsidi pada Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tidak tepat sasaran, karena hal ini bertentangan dengan undang-undang. Setidaknya, ada tiga bentuk maladministrasi yakni pengabaian kewajiban hukum, tidak kompeten dan kelalaian.
“Pengabaian kewajiban hukum yakni pemberian subsidi energi tidak tepat sasaran atau memberikan kepada masyarakat yang mampu bertentangan dengan UU Energi, UU Migas dan ketentuan peraturan perundangan lainnya,” terang Hery dalam Diskusi Publik Optimalisasi Distribusi BBM Bersubsidi yang diadakan oleh Human Studies Institute di Hotel Grand Tulip Galaxi, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Selasa (13/9/2022).
Sedangkan bentuk maladministrasi tidak kompeten, Hery mengatakan Pemerintah tidak kompeten dalam mengidentifikasi masyarakat yang tidak mampu dan berhak mendapatkan subsidi energi. Kemudian, bentuk kelalaian yakni Pemerintah lalai tidak segera menetapkan peraturan mengenai ketentuan kelompok masyarakat yang berhak mendapatkan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite.
Hery menuturkan, dampak terhadap subsidi tidak tepat saran akan mengurangi akses masyarakat tidak mampu terhadap ketersediaan dan keterjangkauan energi, padahal menurutnya, tujuan dari subsidi adalah untuk menjamin kehidupan masyarakat tidak mampu. “Jangan sampai subsidi BBM yang berasal dari APBN diberikan tidak tepat sasaran dan dinikmati oleh masyarakat mampu,” tegasnya.
Pemberian kompensasi kepada pertalite yang didasarkan pada Peraturan Presiden RI Nomor 117 tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Pendistribusian dan Juga Harga jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM). Dalam Pasal 21B ayat 2 Perpres itu disebutkan, bahwa Formula harga dasar, harga indeks pasar, dan harga jual eceran bahan bakar minyak jenis bensin RON 88 sebagai komponen bahan bakar minyak pembentuk jenis bensin RON 90 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan jenis bensin RON 88 sebagai Jenis BBM Khusus Penugasan.
“Regulasi ini menunjukkan bahwa mengenai ketentuan pemberian pertalite subsidi belum diatur secara tegas dan jelas,” imbuh Hery.
Hery menyarankan agar pengaturan pemberian pertalite subsidi harus segera diatur dalam payung hukum dengan melakukan revisi terhadap Peraturan Presiden RI Nomor 117 tahun 2021 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang Pendistribusian dan Juga Harga jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) apalagi saat ini konsumsi Pertalite lebih besar ketimbang dengan Solar sehingga sudah saatnya juga untuk diatur dalam pembatasan.
“Revisi Perpres tersebut diperlukan untuk memberikan kepastian hukum mengenai ketentuan kelompok imasyarakat yang berhak untuk menggunakan Jenis BBM Tertentu Solar dan Jenis BBM Pertalite,” tambahnya.
Acara diskusi publik ini dibuka langsung oleh Walikota Banjarmasi, Ibnu Sina dan diisi oleh narasumber dari akademisi Universitas Lambung Mangkurat, Taufik Arbain, Kabid Energi Dinas ESDM Provinsi Kalimantan Selatan, H. Sutikono, Sales Branch Manager VI Kalselteng PT. Pertamina Patra Niaga, Moh. Riza Rahmat Syah dan Kepala Perwakilan Ombudsman Kalsel, Hadi Rahman. (*)
Editor: Andrian