INTIMNEWS.COM, SAMBAS –Saprahan dalam adat istiadat Melayu berasal dari kata saprah yang secara harfiah berarti berhampar, budaya makan bersama dengan cara duduk lesehan atau bersila di atas lantai secara berkelompok.
Budaya saprahan ini sangat diapresiasi oleh Jubir Demokrat asal Kalbar, Herzaky Mahendra Putra, ketika bersilaturahmi dengan ratusan warga dari berbagai desa di Kecamatan Jawai, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat.
“Saprahan ini tradisi khas kita, masyarakat Sambas. Harus terus kita jaga dan rawat. Apalagi tradisi ini sarat dengan nilai-nilai sosial yang dapat mempererat rasa persaudaraan masyarakat,” tegas Herzaky yang juga putra seorang guru asal Sambas ini.
“Tradisi makan saprahan ini memiliki makna duduk sama rendah, berdiri sama tinggi. Prosesi saprahan begitu kental dengan makna filosofis. Intinya menekankan pentingnya kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan sosial, serta persaudaraan,” ujar pengurus DPP Majelis Adat Budaya Melayu Provinsi Kalimantan Barat periode 2023-2028.
“Tradisi saprahan ini melibatkan orang banyak yang kita sebut penyurung. Ini pertanda semangat gotong royong akan juga terjaga melalui kegiatan saprahan ini. Setiap ke Sambas, saya selalu diajak saprahan. Tanda kuatnya semangat gotong royong dan kebersamaan warga Sambas,” lanjut Herzaky yang juga Dewan Pakar Ikatan Alumni Universitas Indonesia Wilayah Kalbar periode 2022-2025.
Merianto, salah satu tokoh muda di daerah Jawai yang menjadi tuan rumah kegiatan saprahan ini, menyambut baik kehadiran Herzaky.
“Kita bersyukur sekali putra Sambas yang sudah menjadi tokoh muda nasional, berkenan menyempatkan hadir untuk silaturahmi, makan bersama dengan warga di Jawai, Sambas,” ujar Merianto.
Editor: Andrian