INTIMNEWS.COM, MUARA TEWEH – Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Barito Utara, H. Tajeri, menyoroti permasalahan tumpang tindih kawasan hutan dengan lahan garapan serta permukiman masyarakat yang hingga kini belum menemukan solusi. Isu ini kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama sejumlah instansi teknis dan perangkat daerah, Selasa, 7 Oktober 2025, di ruang rapat DPRD Barito Utara.
Rapat tersebut membahas berbagai persoalan terkait pelepasan kawasan hutan yang berdampak langsung terhadap masyarakat, termasuk lahan pertanian, perkebunan, hingga pembangunan fasilitas publik. Hadir dalam rapat tersebut antara lain kepala perangkat daerah lingkup Pemkab Barito Utara, Kepala Kantor Pertanahan, camat se-Barito Utara, serta perwakilan instansi teknis lainnya.
Dalam kesempatan itu, H. Tajeri menegaskan bahwa persoalan status lahan warga di kawasan hutan bukanlah hal baru. Menurutnya, kondisi tersebut sudah berlangsung sejak lama dan kini menimbulkan dampak yang semakin luas, baik terhadap ekonomi masyarakat maupun proses pembangunan daerah.
“Masalah ini sebenarnya sudah terjadi bertahun-tahun. Di beberapa wilayah seperti Desa Sikan dan Lahei Barat, masyarakat sudah lama mengelola lahan yang ternyata masuk dalam kawasan hutan,” ujar Tajeri dalam rapat tersebut.
Ia mencontohkan, di Desa Sikan pernah ada program kartu kuning yang memberikan hak kelola dua hektare per orang untuk perkebunan sawit. Saat ini, hasil panen sawit dari lahan itu sudah dijual ke perusahaan, namun secara administrasi wilayah tersebut masih tercatat sebagai kawasan hutan negara.
“Dulu masyarakat diberikan kartu kuning untuk dua hektare lahan sawit. Sekarang sawitnya sudah dipanen dan dijual ke PT AGU, tapi lahannya belum memiliki izin resmi dan masih berstatus kawasan hutan. Ini yang membingungkan warga,” katanya.
Tajeri juga menyoroti kondisi serupa di Kecamatan Lahei Barat. Menurutnya, ketidakjelasan status kawasan hutan di daerah tersebut bahkan menghambat pembangunan fasilitas pendidikan. Salah satu contohnya adalah pembangunan SMA Persiapan Pembangunan yang sempat terhenti karena persoalan lahan.
“Waktu itu kami sudah menyiapkan lahan untuk SMA Persiapan Pembangunan, dengan dukungan dana pusat lebih dari dua miliar rupiah. Tapi sertifikasinya tidak bisa diproses karena masuk kawasan hutan. Akhirnya kami harus mencari lahan baru sekitar sembilan hektare agar pembangunan bisa dilanjutkan,” jelasnya.
Politisi senior dari DPRD Barito Utara itu menegaskan, pemerintah daerah perlu mempercepat penyesuaian tata ruang wilayah, terutama di kecamatan yang telah diusulkan untuk pelepasan kawasan hutan. Menurutnya, kejelasan tata ruang sangat penting agar masyarakat memiliki kepastian hukum dalam mengelola lahan.
Ia menyebutkan, dari hasil koordinasi sebelumnya, telah ada usulan perubahan tata ruang untuk Kecamatan Teweh Utara seluas sekitar 6.000 hektare dan Kecamatan Teweh Timur sekitar 5.700 hektare. Namun hingga kini, DPRD belum menerima informasi resmi terkait tindak lanjut dari pemerintah pusat.
“Waktu itu kami sempat hadir bersama Dinas PUPR saat pembahasan dengan Dirjen Tata Ruang. Bahkan Lahaya juga termasuk dalam rencana usulan berikutnya. Tapi sampai sekarang belum ada kepastian apakah sudah diproses atau belum,” ujar Tajeri.
Dalam forum tersebut, Ketua Komisi III DPRD Barito Utara juga meminta agar pihak Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Barito Tengah dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dapat memberikan penjelasan yang komprehensif kepada DPRD dan masyarakat mengenai status kawasan hutan yang telah lama ditempati warga.
“Kami sebagai wakil rakyat ingin ada kejelasan. Kalau masyarakat bertanya, kami harus bisa menjelaskan arah penyelesaiannya dengan benar. DPRD siap memfasilitasi pendampingan bersama instansi terkait agar masyarakat tidak merasa dirugikan,” tegasnya.
Rapat yang dipimpin oleh Ketua Komisi II DPRD Barito Utara, H. Taufik Nugraha, itu juga dihadiri sejumlah kepala perangkat daerah dan perwakilan kecamatan. Suasana rapat berlangsung dinamis, dengan berbagai masukan yang menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menyelesaikan konflik lahan yang berkepanjangan.
Pertemuan ini diharapkan menjadi langkah awal menuju solusi menyeluruh atas persoalan tumpang tindih kawasan hutan dan lahan masyarakat. DPRD menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan pemerintah agar penyelesaian masalah lahan dilakukan secara adil, transparan, dan berpihak pada kepentingan rakyat.
“Ini bukan hanya soal administrasi, tapi soal keadilan bagi masyarakat yang sudah puluhan tahun hidup dan berusaha di tanah mereka sendiri,” tutup Tajeri.
Penulis : Saleh
Editor : Maulana Kawit