Oleh: Teguh Anantawikrama
JAKARTA – Di balik perjalanan panjang bangsa Indonesia, selalu ada sosok-sosok yang tak tercatat. Mereka yang bekerja tanpa sorotan kamera, tanpa gelar panjang, tanpa kesempatan masuk buku pelajaran. Mereka adalah para penggerak senyap, pionir, pemikir, dan pelaksana yang kontribusinya nyata, tetapi tidak pernah dijadikan narasi arus utama.
Sejarah kita, dalam bentuknya yang paling populer, sering kali hanya memotret mereka yang berada di garis depan. Padahal, peradaban tidak pernah dibangun hanya oleh segelintir nama besar.
Ada ribuan, bahkan jutaan manusia Indonesia yang bekerja dalam diam, membangun fondasi bagi kemajuan yang kita nikmati hari ini. Dari para pembuat keputusan kecil di desa, inovator lokal, relawan kemanusiaan, pengusaha yang membuka lapangan kerja, hingga aktivis pendidikan yang tidak pernah tampil di panggung. Mereka semua bagian dari denyut nadi bangsa.
Inilah sebabnya, kita perlu mencatat ulang sejarah kita. Bukan untuk mengganti pahlawan dengan nama-nama baru, tetapi untuk melengkapinya. Untuk memastikan tidak ada satu jiwa pun yang luput dari penghargaan moral. Mengingat tidak sama dengan mengglorifikasi; ia adalah bentuk penghormatan paling dasar bagi manusia yang memberikan hidupnya bagi tanah air.
Fenomena yang sama terjadi pada peristiwa kekinian. Sering kali kita tidak menyadari apa yang dilakukan oleh orang-orang terdekat: teman seperjuangan, sahabat, rekan kerja, bahkan adik-adik kita.
Ada yang menggerakkan komunitas, membangun usaha yang berdampak, menciptakan teknologi, mengorganisir bantuan kemanusiaan, atau menyusun gagasan yang mengubah cara kita melihat dunia. Tetapi karena mereka melakukannya tanpa hura-hura, langkah mereka kerap tenggelam di balik riuh wacana populer.
Kita hidup di era di mana sorotan justru sering jatuh pada yang paling bising, bukan yang paling bekerja. Karena itu, menjadi penting untuk menata ulang cara kita mengingat. Kita perlu memastikan bahwa bangsa ini tidak hanya menghormati yang terlihat, tetapi juga yang bekerja dalam keheningan.
Mencatat sejarah adalah tindakan moral. Mengingat adalah bagian dari martabat bangsa. Dan menghargai perjuangan senyap adalah cara kita menjaga warisan yang paling autentik. Yang kita perlukan bukan memuja, melainkan menegakkan narasi yang jujur, bahwa kemajuan bangsa ini adalah hasil gotong royong dari begitu banyak tangan yang mungkin tidak pernah dikenal publik.
Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang menghormati pahlawan resminya, tetapi juga bangsa yang mampu melihat cahaya dalam langkah-langkah kecil yang tidak pernah dikabarkan.
Jangan biarkan mereka hilang dalam senyap. Karena justru dari kesenyapan itulah, Indonesia selama ini bergerak maju. (**)
Editor: Andrian