website murah
website murah
website murah
website murah
website murah

Inflasi Kalteng di Angka 1,31 Persen, GPM akan Konsisten Dilaksanakan

Yuas Elko saat mengikuti rapat koordinasi bersama Mendagri. (Redha)

INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Inflasi Provinsi Kalimantan Tengah tercatat masih dalam kategori rendah, yakni sebesar 1,31 persen secara tahunan (year-on-year), dengan Indeks Perkembangan Harga (IPH) mencapai 1,75 persen. Hal ini disampaikan Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan (Ekeubang), Yuas Elko, usai mengikuti Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah secara virtual, Senin, 19 Mei 2025.

Menurut Yuas, angka tersebut menunjukkan posisi Kalteng masih relatif aman dibandingkan dengan sejumlah daerah lain di Indonesia yang mengalami tekanan inflasi lebih tinggi. Namun, ia menegaskan bahwa kewaspadaan tetap diperlukan, terutama terhadap komoditas pangan strategis.

“Kita tidak masuk nominasi inflasi yang tinggi. Di tingkat nasional, kita masih dihadapkan pada persoalan cabai rawit,” kata Yuas dalam pernyataannya dari Ruang Rapat Bajakah, Lantai II Kantor Gubernur.

Komoditas cabai rawit menjadi salah satu penyumbang utama inflasi nasional dalam beberapa bulan terakhir. Karena itu, Pemerintah Provinsi Kalteng mendorong Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Peternakan (TPHP) untuk memperluas area tanam cabai sebagai langkah jangka menengah.

Yuas menjelaskan, upaya ini sejalan dengan kebijakan Kementerian Pertanian, yang mencatat luas tanam nasional pada 2024 mencapai 198.577 hektare. Luas tersebut mampu menutup defisit pasokan di 22 provinsi.

Namun, untuk menjaga kestabilan pasokan dan harga, diperlukan tambahan luas tanam sebesar 25.554 hektare di sejumlah wilayah, termasuk Kalimantan Tengah. Perluasan ini akan difokuskan pada daerah yang memiliki potensi lahan dan sumber daya petani.

Selain itu, Yuas meminta Dinas Perdagangan dan Perindustrian untuk melakukan pengawasan terhadap harga minyak goreng di tingkat pedagang. Ia menilai adanya selisih harga antara produsen, distributor, dan pengecer perlu diantisipasi.

“Harus dicek agar tidak terjadi disparitas harga yang tinggi. Ini demi perlindungan konsumen,” ujarnya.

Ia juga menyoroti persoalan harga dan distribusi elpiji 3 kilogram yang masih belum tertangani secara optimal. Berdasarkan pantauan lapangan, harga tabung gas melon itu kini mencapai Rp36.000.

“Syukur-syukur masih ada dan tidak langka. Tapi, ada indikasi peralihan penggunaan oleh yang bukan seharusnya. Kita berpatokan di pengendalian harganya, itu menjadi PR kita bersama,” tegas Yuas.

Yuas menambahkan, pengendalian harga harus menjadi kerja kolektif lintas sektor, mengingat dampaknya sangat langsung dirasakan masyarakat, khususnya rumah tangga berpenghasilan rendah.

Kepada Dinas Ketahanan Pangan, ia juga menekankan pentingnya keberlanjutan program Gerakan Pangan Murah (GPM) sebagai upaya stabilisasi harga dan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat.

“Lanjutkan untuk Gerakan Pangan Murah karena kebutuhan pangan kita semakin tinggi,” katanya.

Ia berharap realisasi serapan pangan bisa segera dilakukan untuk memastikan ketersediaan stok di pasar serta menjaga daya beli masyarakat.

Langkah-langkah pengendalian ini, menurut Yuas, merupakan bagian dari strategi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi daerah dan mendukung ketahanan pangan jangka panjang.

Editor: Andrian

Berita Rekomendasi
Pasang Iklan