INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah melalui Dinas Perkebunan mengadakan seminar pada akhir Februari untuk menggali potensi industri kakao dan meningkatkan budidaya tanaman tersebut di wilayah ini. Inisiatif ini didasari oleh kondisi Kalimantan Tengah yang memiliki iklim dan tanah yang cocok untuk kakao, sebagai tanaman tropis unggulan.
Sri Widanarni, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Daerah Kalimantan Tengah, menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menjadi produsen kakao terbesar ketiga di dunia. Meskipun permintaan kakao global meningkat, produksi dalam negeri justru mengalami penurunan akibat berbagai tantangan.
“Tren pasar global memberikan peluang besar bagi pengembangan budidaya kakao di Kalimantan Tengah. Kita perlu memperkuat kolaborasi antara petani, pemerintah, dan sektor swasta agar kakao berkualitas tinggi dapat dihasilkan, sambil mengatasi kendala akses pasar dan logistik,” ujar Sri dalam seminar yang berlangsung di Balai Dinas Perkebunan Kalteng, Selasa, 27 Februari 2024.
Kepala Dinas Perkebunan Kalimantan Tengah, Rizky Ramadhana Badjuri, melaporkan bahwa saat ini terdapat sekitar 600 hektare kebun kakao di wilayah tersebut, dikelola oleh sekitar 2.000 petani. Wilayah timur seperti Barito Utara, Barito Selatan, dan Murung Raya memiliki potensi lebih besar berkat luas lahan yang mencukupi dibandingkan wilayah barat.
Untuk mendukung pengembangan, Dinas Perkebunan Kalteng bekerja sama dengan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) guna memanfaatkan lahan plasma perkebunan kelapa sawit untuk budidaya kakao. “Kami tengah menyusun skema peremajaan lahan. Dalam 15 hingga 20 tahun ke depan, kami memperkirakan lahan tersebut siap ditanami kembali dengan varietas kakao unggulan,” jelas Rizky.
Monalisa, pendiri Yayasan Hutan Baik Indonesia, menyoroti peningkatan permintaan pasar terhadap kakao, yang berpeluang besar untuk dimanfaatkan di Kalimantan Tengah. Ia mengungkapkan bahwa produksi kakao di Sulawesi telah mengalami stagnasi, sehingga membuka jalan bagi pengembangan kakao di wilayah ini.
“Melalui program percontohan di Barito, kami memberikan pelatihan kepada petani untuk meningkatkan praktik budidaya mereka, termasuk fermentasi biji kakao. Dengan demikian, mereka dapat menjual produk langsung kepada pembeli premium di Bali,” paparnya.
Seminar ini menghasilkan optimisme besar untuk pengembangan kakao berkelanjutan di Kalimantan Tengah. Kolaborasi antar pihak diharapkan menciptakan manfaat ekonomi yang signifikan bagi masyarakat lokal, sekaligus mendorong pertumbuhan sektor industri kakao di Indonesia.
“Dengan kerja sama yang solid, kita dapat membangun masa depan yang menjanjikan bagi industri kakao, baik di tingkat nasional maupun internasional,” tutup Monalisa.
Penulis: Redha
Editor: Andrian