INTIMNEWS.COM, JAKARTA – PB Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) kembali menyuarakan kritik keras terkait stagnasi pelayanan kepemudaan di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Berdasarkan hasil kajian dan pemantauan terhadap implementasi regulasi kepemudaan, PB HMI menyimpulkan bahwa lemahnya pelayanan tidak dapat dilepaskan dari kegagalan kepemimpinan Deputi I Bidang Pelayanan Kepemudaan Kemenpora RI.
PB HMI menilai mandeknya koordinasi, minimnya efektivitas program, dan rendahnya inovasi kebijakan menjadi bukti nyata bahwa Deputi I gagal menjalankan mandat strategisnya. Kondisi ini dinilai merugikan pemuda di seluruh Indonesia dan menurunkan kredibilitas institusi Kemenpora.
Pengurus PB HMI, Nur Ghina Muslimah, menegaskan bahwa desakan pencopotan Deputi I bukan lagi sekadar bentuk kritik, melainkan sudah menjadi tuntutan publik yang harus segera dijawab dengan langkah tegas.
“Kelemahan pelayanan kepemudaan sudah terlalu lama berlangsung. Jika Deputi I tidak mampu menghadirkan perubahan berarti, maka Menteri wajib mencopotnya. Tidak ada alasan mempertahankan pejabat yang gagal menggerakkan kementerian,” ujarnya.
Lebih jauh, Nur Ghina menyatakan bahwa apabila Menteri Pemuda dan Olahraga tidak berani mencopot Deputi I, maka posisi Menteri juga patut dipertanyakan.
“Jika Menteri tetap membiarkan Deputi I yang tidak efektif, wajar publik menilai bahwa Menteri sendiri yang harus dievaluasi. Bagaimana mungkin seorang Menteri berbicara tentang pembangunan pemuda, tetapi gagal memilih Deputi yang kredibel dan berintegritas?,” tegasnya.
Menurut PB HMI, ketidaktegasan dalam melakukan koreksi internal mengindikasikan bahwa persoalan kepemimpinan bukan hanya berada pada level deputi, tetapi juga pada tingkat kementerian.
“Pemimpin yang baik memilih orang yang tepat. Jika Menteri tidak mencopot pejabat yang jelas-jelas tidak kompeten, maka kesalahan itu melekat pada Menteri,” tambah aktivis perempuan tersebut.
PB HMI turut menyoroti bahwa jabatan Deputi I merupakan posisi strategis yang menentukan arah kebijakan nasional di bidang kepemudaan. Karena itu, ketidakmampuan di posisi tersebut dianggap menjadi hambatan langsung bagi agenda besar pemerintah dalam memperkuat generasi muda.
“Kemenpora tidak bisa terus-menerus dihambat oleh figur yang tidak adaptif. Bila Deputi I terus dipertahankan, maka Menteri secara sadar mempertahankan masalah. Publik tentu menuntut pertanggungjawaban politik atas keputusan itu,” tutur Nur Ghina.
PB HMI menutup pernyataan dengan menegaskan bahwa pembenahan struktural di Kemenpora merupakan keharusan, bukan pilihan. Jika kementerian ingin memulihkan kepercayaan pemuda, langkah korektif harus dimulai dari pucuk pimpinan bidang pelayanan, dan bila perlu dari pimpinan tertinggi kementerian.
“Kemenpora harus menjadi garda terdepan dalam memajukan pemuda, bukan tempat aman bagi pejabat yang gagal. Jika Deputi I tidak dicopot, maka koreksi keras layak diarahkan langsung kepada Menteri,” pungkasnya.
—
Jika ingin dibuat **versi berita lengkap 10 paragraf gaya Tempo/Kompas untuk Intimnews dengan judul maksimal 9 kata, foto caption, dan tanggal**, silakan kirim perintah — saya siap buatkan.