
INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Insiden pemukulan terhadap massa aksi oleh aparat kepolisian di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Palangka Raya bersama Koalisi Cipayung Plus menyatakan akan menggelar aksi besar-besaran dengan mendatangi Kepolisian Daerah (Polda) Kalteng dalam waktu dekat.
Aksi tersebut merupakan bentuk kecaman terhadap tindakan represif aparat saat massa dari Aliansi Tanah Air Melawan (TAM) melakukan unjuk rasa damai pada Rabu, 2 Juli 2025 lalu.
Dalam demonstrasi yang diikuti oleh berbagai organisasi mahasiswa, pelajar, serta kelompok masyarakat sipil itu, sejumlah peserta aksi diduga menjadi korban kekerasan fisik oleh aparat kepolisian.
Sekretaris Umum HMI Cabang Palangka Raya, Sadriansyah, menyampaikan bahwa tindakan pemukulan oleh aparat kepolisian merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia dan tidak bisa ditoleransi dalam negara demokratis. Ia menyebut tindakan tersebut telah mencederai nilai-nilai konstitusional yang menjamin kebebasan berpendapat dan berekspresi.
“Kami menilai tindakan represif tersebut mencoreng nilai-nilai demokrasi dan menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat yang seharusnya melindungi rakyat, bukan justru mengintimidasi mereka,” ujar Sadriansyah kepada INTIMNEWS.COM, Rabu, 2 Juli 2025.
Ia juga menambahkan, aksi yang akan digelar ke Polda Kalteng adalah upaya untuk menuntut akuntabilitas institusi kepolisian. Koalisi Cipayung Plus menuntut Kapolda Kalteng dan Kapolri untuk mengusut tuntas serta memberikan sanksi tegas kepada oknum yang terbukti melakukan kekerasan terhadap peserta aksi.
“Kami akan mendatangi Polda Kalteng untuk menyampaikan langsung tuntutan kami. Ini bukan hanya soal solidaritas terhadap kawan-kawan yang menjadi korban, tetapi juga bagian dari perjuangan untuk menegakkan keadilan dan menjunjung tinggi hak-hak sipil yang dijamin konstitusi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Cipayung Plus menegaskan bahwa gerakan mereka bukanlah reaksi sesaat. Menurut mereka, gerakan ini merupakan bentuk konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi, serta memperingatkan institusi negara agar tidak bertindak sewenang-wenang terhadap masyarakat sipil.
Mereka juga menyoroti inkonsistensi antara tindakan aparat di lapangan dengan slogan yang selama ini digaungkan institusi kepolisian. “Slogan ‘Polri Presisi’ dan ‘Polisi dekat dengan rakyat’ hanya akan menjadi omong kosong jika kekerasan terhadap massa aksi terus dibiarkan tanpa penindakan,” kata Sadriansyah.
Cipayung Plus menyerukan kepada seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan organisasi kemasyarakatan untuk bersatu dalam mengawal kasus ini agar tidak berlalu begitu saja. Mereka menilai bahwa pembiaran terhadap kekerasan aparat akan menjadi preseden buruk bagi masa depan demokrasi di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah.
Aksi ke Polda Kalteng direncanakan akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan, dengan mengerahkan kekuatan penuh dari anggota-anggota Cipayung Plus serta organisasi pendukung lainnya. Mereka juga akan mengajukan permintaan audiensi langsung dengan Kapolda guna memastikan tuntutan mereka tidak hanya didengar, tetapi juga ditindaklanjuti.
“Ini bukan hanya tentang satu peristiwa pemukulan. Ini adalah cermin dari bagaimana negara memperlakukan warganya saat mereka menyuarakan pendapat. Jika kita diam, maka kekerasan akan dianggap wajar. Kami akan terus melawan,” pungkas Sadriansyah.
Editor: Andrian