
INTIMNEWS.COM, PALANGKA RAYA – Gubernur Kalimantan Tengah, Agustiar Sabran, menegaskan bahwa pemberantasan korupsi tidak cukup hanya mengandalkan langkah penindakan. Upaya pencegahan yang sistematis dan menyentuh akar persoalan dinilai jauh lebih strategis untuk menciptakan pemerintahan yang bersih.
Pernyataan ini disampaikan Agustiar menanggapi hasil survei Litbang Kompas yang menunjukkan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dalam menangani kasus korupsi. Survei yang dilakukan pada 7–13 April 2025 tersebut mencatat, 73,6 persen responden menyatakan puas terhadap kinerja pemerintah di bidang pemberantasan korupsi.
Dari jumlah tersebut, 63,7 persen mengaku puas dan 9,9 persen sangat puas. Sebanyak 22,4 persen menyatakan tidak puas, 1,1 persen sangat tidak puas, dan 2,9 persen tidak tahu atau tidak menjawab. Survei ini melibatkan 1.200 responden dari 38 provinsi di Indonesia.
Gubernur Agustiar menilai, kepuasan publik merupakan modal penting bagi pemerintah, tetapi harus dibarengi dengan pembenahan menyeluruh di level kebijakan dan praktik birokrasi. “Penindakan tetap penting, tapi kita juga harus fokus pada pencegahan yang menyentuh sistem dan budaya kerja birokrasi,” ujar Agustiar.
Menurut dia, pencegahan korupsi perlu dimulai sejak dini, melalui edukasi publik, penguatan pengawasan internal, serta penerapan sistem digital yang mengurangi celah penyimpangan. Agustiar juga menekankan pentingnya membangun tata kelola pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik.
“Kita ingin membangun pemerintahan yang jujur, yang tidak hanya bebas dari praktik korupsi, tapi juga melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan,” ujarnya.
Hasil survei juga menunjukkan perubahan signifikan dalam kanal informasi publik mengenai isu korupsi. Sebanyak 48,8 persen responden, terutama generasi Z dan Y, memperoleh informasi dari media sosial. Televisi masih menjadi sumber informasi bagi 41,7 persen responden, disusul media daring sebesar 14,2 persen.
Beberapa kasus korupsi yang paling dikenal publik antara lain kasus BBM oplosan (85,7 persen), kasus minyak goreng (74,9 persen), logam mulia (35,4 persen), dan korupsi di bank daerah (26,9 persen). Publik juga menaruh harapan besar terhadap penyelesaian kasus-kasus tersebut.
Sebanyak 72,9 persen responden menyatakan yakin kasus minyak goreng dapat diselesaikan, sementara 72,8 persen yakin kasus BBM oplosan bisa dituntaskan. Tingkat keyakinan terhadap penyelesaian kasus logam mulia mencapai 63,4 persen, dan kasus bank daerah sebesar 62,5 persen.
Agustiar menyatakan, pemberantasan korupsi harus dilakukan secara kolaboratif. Pemerintah daerah, menurutnya, perlu membangun kerja sama dengan masyarakat, media, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) sebagai bagian dari sistem pengawasan publik.
“Partisipasi masyarakat sangat penting dalam mencegah penyalahgunaan wewenang. Kita tidak bisa bekerja sendiri,” katanya.
Komitmen itu, lanjut Agustiar, diwujudkan melalui berbagai kebijakan yang mengedepankan transparansi dalam perencanaan dan pelaksanaan program pemerintah. Ia juga mendorong digitalisasi sistem pemerintahan agar proses birokrasi lebih terbuka dan efisien.
Dengan langkah-langkah tersebut, Gubernur berharap kepercayaan publik terhadap pemerintah akan terus meningkat, sejalan dengan komitmen untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
(MMC/ Maulana Kawit)